INformasinasional.com, Simalungun – Ditengah gegap gempita kunjungan kerja Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun, Kamis (9/10/2025), terungkap komitmen baru pemerintah daerah untuk melindungi pekerja kelas bawah. Kabupaten Langkat, yang selama ini menjadi salah satu episentrum buruh sawit dan nelayan, mendapat jatah 1.400 pekerja untuk menerima bantuan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Kuota itu terdiri dari pekerja sawit dan nelayan yang masuk kategori “pekerja rentan” mereka yang hidup dibawah ancaman kemiskinan ekstrem dan tak punya jaring pengaman saat kecelakaan atau kematian menghantam. “Bupati Syah Afandin berkomitmen agar para pekerja sawit dan nelayan mendapat perlindungan sosial yang layak. Program ini penting untuk mengentaskan kemiskinan,” ujar Wakil Bupati Langkat, Tiorita Br. Surbakti, yang hadir mewakili sang bupati.
Namun, pertanyaan yang menggelayut jelas: apakah 1.400 kuota cukup? Di Langkat, jumlah buruh sawit saja mencapai puluhan ribu. Nelayan tradisional disepanjang pesisir Pangkalan Susu hingga Tanjung Pura pun tak kalah banyak. Dengan angka sebesar itu, program ini lebih tampak sebagai “tetesan air dipadang pasir” ketimbang solusi menyeluruh.
Gubernur Bobby Nasution menyadari tantangan tersebut. Ia mengumumkan target besar: 20.879 pekerja rentan diseluruh Sumut akan dijaring masuk BPJS Ketenagakerjaan sepanjang 2025. Mayoritas dari sektor sawit (17.361 pekerja), sisanya 3.518 berasal dari sektor pertanian dan nelayan di wilayah miskin ekstrem, terutama di Kepulauan Nias. “Negara harus hadir melindungi mereka yang paling rapuh. Jangan sampai ada pekerja yang jatuh miskin hanya karena satu musibah,” tegas Bobby.
Langkah simbolis ditandai dengan penandatanganan kerja sama Pemprov Sumut, PT Sei Mangkei Nusantara Tiga, dan BPJS Ketenagakerjaan. Kontrak itu diproyeksikan sebagai tonggak pengelolaan tenaga kerja yang lebih berkeadilan dikawasan industri strategis.
Meski begitu, dilapangan masih ada jurang lebar antara angka di atas kertas dengan realitas. Ribuan pekerja sawit diperkebunan swasta kecil hingga buruh harian lepas kerap tak masuk radar pendataan resmi. Begitu pula nelayan tradisional yang hidup diperahu kecil dengan penghasilan tak menentu. Mereka sering kali hanya mendengar program ini lewat kabar media, tanpa kepastian kapan namanya masuk daftar penerima.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Langkat, Rajanami Yun Sukatami, mengakui perlunya kerja keras ekstra. “Ini soal data yang akurat. Pemerintah daerah harus jemput bola, agar kuota tidak salah sasaran dan benar-benar melindungi yang rentan,” katanya.
Apapun itu, kehadiran kartu BPJS Ketenagakerjaan bagi 1.400 pekerja rentan Langkat tetap punya makna simbolis: negara akhirnya mengakui hak buruh sawit dan nelayan kecil atas perlindungan sosial. Hanya saja, masih tersisa pekerjaan rumah besar: bagaimana memastikan ribuan pekerja lainnya tidak tercecer di luar jaring pengaman ini.(Misno)
Discussion about this post