INformasinasional.com, JAKARTA – Dentuman keras memecah pagi di SDN 01 Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (11/12/2025), ketika satu unit mobil operasional Menu Bergizi Gratis (MBG) melaju kencang tanpa kendali dan menerjang puluhan murid yang sedang mengikuti kegiatan literasi membaca.
Dalam hitungan detik, suasana sekolah berubah menjadi kepanikan. Teriakan guru bersahut-sahutan, tubuh anak-anak bergelimpangan, dan mobil putih itu baru berhenti setelah menghantam kerumunan dilapangan. Tak ada jejak pengereman. Tak ada upaya menghindar.
Sebanyak 21 orang mayoritas siswa, termasuk seorang guru dilarikan ke RSUD Cilincing dan RS Koja akibat luka serius. Polisi bergerak cepat mengamankan sopir dan pendampingnya. Namun yang terungkap kemudian justru menampar logika publik.
Sopir Baru Dua Hari Kerja, Rekrutmen Kilat Tanpa Uji
Pengemudi nahas itu, Adi Irawan (34), ternyata baru dua hari bekerja sebagai sopir cadangan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ia masuk menggantikan sopir tetap yang sedang sakit.
Informasi itu disampaikan langsung oleh Wakil Kepala BGN Bidang Operasional Pemenuhan Gizi, Irjen Pol Sony Sanjaya, yang mengaku terkejut dengan proses penunjukan sopir pengganti tersebut.
“Sopir yang terlibat kecelakaan ini adalah sopir pengganti,” ujar Sony.
Dibalik pernyataannya, muncul pertanyaan besar, benarkah pengemudi baru dua hari bekerja langsung diberi tanggung jawab membawa kendaraan operasional yang setiap pagi bersentuhan dengan anak-anak sekolah?
Sony menyampaikan permohonan maaf resmi BGN dan menyatakan duka mendalam atas insiden yang melukai 21 orang siswa itu.
“BGN menyesalkan dan prihatin. Kami memohon maaf kepada korban dan keluarga,” katanya.
Namun permohonan maaf itu justru membuka tabir baru, ada dugaan kuat SOP dilevel mitra SPPG dilanggar atau diabaikan.
BGN mengklaim punya aturan ketat, setiap sopir wajib memiliki SIM dan mahir mengemudi. Tapi kenyataan dilapangan menyebutkan proses rekrutmen sopir cadangan dilakukan oleh mitra, bukan BGN.
“Proses rekrutmen ini tanggung jawab mitra. Kami belum mendalami apakah penunjukan driver cadangan ini juga dilakukan sesuai aturan,” ujar Sony.
Pernyataan itu memantik kecurigaan, apakah mitra asal tunjuk demi mengejar target layanan MBG? Apakah ada celah pengawasan yang dibiarkan terbuka, hingga nyawa siswa terancam?
BGN berjanji melakukan evaluasi internal total. Tapi publik mendesak lebih jauh. Bagaimana kendaraan MBG bisa dikendalikan oleh sopir minim pengalaman? Siapa yang bertanggung jawab diatas kertas? Dan siapa yang bertanggung jawab dilapangan?
Tiga hal yang kini menonjol dalam tragedi Cilincing.
- Sopir baru dua hari kerja, tanpa pendalaman kompetensi.
- Mobil melaju tanpa jejak pengereman—indikasi kuat kelalaian fatal.
- SOP rekrutmen sopir cadangan diduga bocor di level mitra.
Insiden ini bukan sekadar kecelakaan tunggal. Ia adalah alarm keras bagi sistem pengawasan pemerintah daerah dan lembaga mitra yang mengurus layanan publik bersentuhan langsung dengan anak-anak.
Sementara itu, 21 siswa dan guru masih menjalani perawatan. Para orang tua masih menunggu kabar perkembangan anak mereka ditengah tanya yang tak kunjung terjawab. Bagaimana mungkin sebuah program gizi bisa berubah menjadi tragedi pagi ini?*(Misn’t)






Discussion about this post