INformasinasional.com, LANGKAT – Dihalaman Kantor Pertanahan Kabupaten Langkat, Rabu 24 September 2025, suasana khidmat bercampur lega menyelimuti para warga desa yang hadir. Bukan sekadar upacara peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang (Hantaru), momen ini juga menjadi saksi penyerahan sertipikat tanah, dokumen kecil yang sering menjadi penentu tenang atau resahnya hidup sebuah keluarga.
Dihadapan peserta upacara, Kepala Kantor Pertanahan Langkat, Akhyar Sirajuddin ST SH, menyerahkan sertipikat tanah secara simbolis kepada beberapa perwakilan warga. Program ini bukan acara seremonial biasa. Ia adalah bagian dari Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), salah satu Program Strategis Nasional yang digadang-gadang pemerintah sebagai jalan pintas menuju kepastian hukum agraria.
“Peringatan Hari UUPA tidak boleh berhenti pada seremoni,” kata Akhyar . “Ia harus menjadi pengingat bahwa negara hadir untuk memastikan hak rakyat atas tanah, mencegah sengketa, dan mendorong pemanfaatan tanah agar lebih produktif demi kesejahteraan bersama.”
Enam puluh lima tahun lalu, pada 24 September 1960, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) lahir sebagai tonggak reformasi pertanahan nasional. Semangatnya: tanah untuk rakyat, tanah untuk keadilan, tanah untuk kemakmuran.

Banyak desa masih berkutat dengan sengketa batas, tumpang tindih klaim, hingga mafia tanah yang mengintai dibalik celah administrasi. Dititik inilah sertipikat tanah menjadi penting. Dokumen ini bukan sekadar kertas, melainkan benteng hukum yang memberi rasa aman.
Warga penerima sertipikat hari itu menyambut dengan wajah sumringah. Bagi mereka, sertipikat bukan hanya dokumen, melainkan “tameng” yang menjauhkan mereka dari konflik dan membuka akses ke lembaga keuangan. “Kalau ada sertipikat, kami lebih berani mengelola tanah untuk usaha,” ujar salah satu penerima dari Desa Tanjung Selamat, sembari mengepalkan dokumen di tangannya.
Program ini diharapkan mampu menutup seluruh celah sengketa agraria yang berlapis-lapis, mulai dari desa hingga perusahaan perkebunan raksasa. Peringatan 65 tahun UUPA seakan mengingatkan: janji negara soal reforma agraria harus dijalankan.
Meski begitu, upacara sederhana di Langkat itu memberi sedikit harapan. Ada semacam simbol, bahwa negara, melalui Kantor Pertanahan, tak abai menjalankan mandatnya. Bahwa peringatan UUPA bukan sekadar nostalgia hukum, melainkan momentum untuk mempertegas arah kebijakan.
“Dengan sertipikat, kami ingin rakyat merasa aman, tidak lagi dihantui sengketa, dan bisa lebih produktif memanfaatkan tanah,” kata Akhyar menutup pidatonya.
Ditengah maraknya kasus agraria yang kerap menyeret rakyat kecil sebagai korban, acara ini terasa seperti oase. Sebuah janji bahwa negara masih mencoba menepati amanat konstitusi: tanah untuk rakyat, sebesar-besarnya untuk kemakmuran bersama.(Misno)






Discussion about this post