AMAN dan KSPPM Inisiasi Dialog Publik Soal Perda Masyarakat Adat di Humbahas
INformasinasional.com-HUMBAHAS. Pentingnya Peraturan Daerah (Perda) Masyarakat Adat di Kababupaten Humbang Hasundutan, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) inisiasi dialog public bersama Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) menghadirkan narasumber kalangan akademisi, Anggota DPRD Humbahas dan perwakilan adat lainya, Senin kemarin, di Winda Café Kecamatan Doloksanggul Humbahas.
Menanggapi penerbitan Perda Masyarakat Adat, salah satu narasumber pada dialog public, Eko Cahyono, menyebut, bahwa persoalan masyarakat adat sudah terjadi di era kolonial.
“Bahwa persoalan masyarakat adat di era kolonial menganggap, soal pembuktian kepemilikan tanah harus dibuktikan melalui surat menyurat,”sebutnya.
“Artinya,apabila seseorang atau kelompok masyarakat mengklaim kepemilikan atas tanah tampa dibuktikan dengan surat, secara otomatis menjadi milik negara atau pemerintah. Jadi, pemahaman demikian yang juga terjadi di Indonesia walau sudah merdeka. Klaim-klaim kawasan hutan terjadi dimana-mana,”kata Dosen di Universitas Gadjah Mada itu.
Senada disampaikan pemateri lainya,Yance menyebut,bahwa keberadaan masyarakat adat sebenarnya sudah terjadi dari dahulu kala. Melihat situasi keberadaan masyarakat adat, pemerintah mendorong terbitnya MK 35 tahun 2012 menyebut bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara dan Permendagri 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan masyarakat Hukum Adat.
“Melihat situasi itu, untuk melindungi hak dan kewajiban masyarakat adat, didorong adanya Perda Masyarakat Adat di setiap daerah. Sebegitu rumitnya memang,keberadaan masyarakat adat sejak dulu. Tetapi, sejak Indonesia merdeka segala hal harus di administrasikan, termasuk di daerah,’sebutnya.
Mewakili DPRD Humbahas, Guntur Simamora, Untuk perlindungan pengakuan keberadaan masyarakat adat, butuh konsep yang terukur dan terarah dan perlu ada perjuangan untuk menerbitkan Perda Hukum Adat Masyarakat.
[irp posts=”16427″ ]
“Pengakuan tidak akan pernah datang tanpa sebuah perjuangan. Salah satu contoh,kita lihat masyarakat Pandumaan-Sipituhuta, bahwa perjuangan mereka bukan singkat. Tetapi adanya konsistensi perjuangan dan terorganisirnya tiap tiap kampung,”katanya.
“Jadi, niat itu tidak akan pernah lahir dari Pemkab tanpa ada dorongan yang kuat dari masyarakat adat,”ungkapnya.
Sementara itu, Ketua AMAN Humbahas, Samuel Raimondo Purba, mengaku, bahwa permasalahan di Humbahas pengakuan adat dan menyangkut keberadaan tanah sangat kompleks. Seperti klaim kawasan hutan, tanaman herbal, food estate, gambut dan sebagainya.
“Melihat begitu kompleksnya permasalahan adat dan tanah, perlu ada aturan yang mengatur, dan segera diwacanakan.Artinya, kita harus segera mendorong Pemkab untuk menerbitkan sebuah aturan, jangan kita berdiam diri, jika berdiam diri, maka nanti hilanglah tanah bersamaan pula hilangnya peradaban kita sebagai orang Batak,” pintanya.
Diskusi diisi oleh beberapa narasumber, seperti Eko Cahyono dan Yance Arizona dari kalangan Akademisi serta anggota DPRD Humbahas, Guntur Simamora menyampaikan beberapa point terkait Perda Masyarakat Adat. Kegiatan ini,di ikuti perwakilan masyarakat adat dari Pandumaan, Sipituhuta, Aek Nauli, Riaria, Hutagurgur, Matiti, Sampean, Sosor Tambok, Pakkat, Parlilitan, Aek Lung, Siborboron,Camat Pakkat dan Parlilitan beserta beberapa kepala desa lainhya.
(Glen V Metro )