INformasinasional.com-YOGYAKARTA. Dalam upaya menginspirasi generasi muda untuk lebih memahami sejarah dan dampaknya pada masa kini, Sanggar Anak Alam Yogyakarta mengadakan presentasi hasil pembelajaran berbasis riset, Rabu (20/11). Acara ini menampilkan karya-karya siswa Sekolah Menengah Pertama, termasuk penelitian mendalam yang dilakukan oleh Clara Ruel Eugene (14 tahun).
Clara, seorang pelajar dengan semangat pembaharuan, mengangkat topik penting tentang surat R.A. Kartini kepada Stella Zeehandelaar yang ditulis pada 25 Mei 1899. Dalam risetnya, Clara membedah gagasan Kartini mengenai tekanan sosial yang dihadapi perempuan pada masa penjajahan, yang dipengaruhi oleh sistem patriarki yang dibawa oleh kolonialisme.
[irp posts=”34116″ ]
“Surat-surat Kartini membuktikan bahwa budaya Hindia Belanda saat itu sudah sangat dipengaruhi sistem patriarki, yang diperkuat oleh penjajahan kolonial,” ujar Clara dalam presentasinya. Ia menyoroti keresahan Kartini terhadap keterbatasan kebebasan dan pendidikan bagi perempuan, seraya mengingatkan bahwa perjuangan melawan patriarki masih relevan hingga kini.
Menurut Clara, pendidikan menjadi kunci untuk mengikis jejak patriarki yang masih tertanam dalam budaya Indonesia. “Melalui pendidikan yang merata untuk laki-laki dan perempuan, kita bisa bersama-sama mengembangkan potensi serta memahami sejarah tentang bagaimana patriarki diintegrasikan ke dalam budaya kita,” tegasnya.
Selain itu, Clara juga mendorong generasi muda untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat perubahan. Media sosial, katanya, bisa menjadi medium efektif untuk menyebarkan narasi sejarah dan mengedukasi masyarakat tentang pengaruh kolonial terhadap budaya lokal.
“Kita harus sadar bahwa budaya patriarki yang ada saat ini sebagian besar berasal dari pengaruh budaya barat. Padahal, budaya asli kita yang belum terkontaminasi justru lebih maju dan adil,” tambahnya.
Dalam penutupnya, Clara mengajak masyarakat untuk merefleksikan kembali nilai-nilai budaya Indonesia yang sejati, sambil menyesuaikannya dengan konteks masa kini. “Konsistensi dalam memperjuangkan budaya asli yang adil dan inklusif, serta menghapus peninggalan kolonial yang diskriminatif, adalah langkah awal menuju masa depan yang lebih baik untuk semua orang,” pungkasnya.
Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa generasi muda dapat mengambil peran besar dalam menyuarakan perubahan sosial melalui pemahaman sejarah dan pendidikan. Sanggar Anak Alam berharap inisiatif seperti ini dapat terus berkembang untuk membentuk masyarakat yang lebih sadar dan berkeadilan.(Rel/BOZ)