INformasinasional.com-BEKASI. Sejumlah warga Perumahan Griya Husada Asri, Cijengkol, Setu, Kabupaten Bekasi, menuntut kepastian atas sertifikat rumah mereka yang tak kunjung terbit meskipun telah melunasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) selama bertahun-tahun. Salah satu warga, Lussi Rusdiyanti (41), yang telah melunasi KPR sejak 2019, masih belum menerima sertifikat kepemilikan rumahnya.
Lussi, seorang buruh di perusahaan di Cikarang, membeli rumah tersebut melalui skema KPR pada 7 Oktober 2015 dengan harga Rp 295 juta. Dengan tekad kuat, ia melunasi angsuran lebih cepat pada Januari 2019. Namun, hingga kini, sertifikat rumahnya tak kunjung diberikan.
Perumahan Griya Husada Asri awalnya dibangun untuk karyawan RSUD Kota Bekasi, tetapi seiring waktu, sebagian unit dijual ke masyarakat umum. Pengelolaan perumahan ini telah beberapa kali berpindah tangan, dengan developer terakhir adalah PT Cipta Mukti Lestari. Lussi dan setidaknya tiga warga lain yang juga telah melunasi KPR mereka mengalami nasib serupa. Meski banyak warga menghadapi masalah yang sama, sebagian besar memilih diam dan menunggu kepastian.
[irp posts=”37375″ ]
Dengan jumlah sekitar 540 Kepala Keluarga (KK), perumahan ini masih menghadapi kendala dalam memperoleh sertifikat kepemilikan. Selama enam tahun terakhir, Lussi telah berulang kali menghubungi pihak terkait, termasuk Bank BTN Cabang Kelapa Gading Square, Notaris Ambiati, dan PT Cipta Mukti Lestari, tetapi tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
“Saya hanya rakyat kecil yang meminta hak saya setelah kewajiban saya tunaikan. Saya membeli rumah ini dengan keringat dan air mata, tetapi hingga kini saya masih harus berjuang untuk legalitas kepemilikan rumah saya,” keluh Lussi.
Demi mendapatkan keadilan, Lussi mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 25 Maret 2024, dengan Direktur Utama Bank BTN sebagai tergugat utama. Pihak tergugat lainnya meliputi Notaris Ambiati, Ketua Koperasi RSUD Kota Bekasi saat itu, dr. Apifuddin Ahmad, PT Cipta Mukti Lestari, serta Kementerian ATR/BPN dan instansi terkait.
Sidang berlangsung selama 10 bulan, namun hanya Bank BTN dan Notaris yang hadir. Pihak developer, ketua koperasi, serta BPN Kabupaten Bekasi tidak pernah menghadiri persidangan. Pada 11 Desember 2024, Majelis Hakim yang diketuai Gede Sunarjana, S.H., M.H., menyatakan gugatan Lussi tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).
Tak putus asa, Lussi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta pada 20 Desember 2024, berharap perjuangannya akan membuahkan hasil dan haknya sebagai pemilik rumah sah segera diakui secara hukum.
Kini, Lussi memohon perhatian dari Presiden RI, Menteri BUMN, Menteri ATR/BPN, Direktur Utama RSUD Kota Bekasi, dan DPRD Kabupaten Bekasi agar dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini.
“Kepada siapa lagi saya harus meminta tolong di negara ini kalau tidak kepada para pemimpin bangsa? Siapa yang akan memperjuangkan nasib rakyat kecil seperti saya jika semua jalan untuk mendapatkan hak saya terasa tertutup?” ujarnya.
Lussi juga mengajak warga lain yang mengalami masalah serupa untuk bersatu dan menuntut hak mereka. “Saya tahu banyak warga lain di perumahan ini yang juga belum mendapatkan sertifikat rumah mereka. Saya mengajak semua yang mengalami hal yang sama untuk bersuara. Jika kita bersatu, peluang mendapatkan keadilan lebih besar,” tegasnya.
Ia berharap perjuangannya dapat membuka jalan bagi warga lain untuk mendapatkan hak mereka, dan pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan sertifikat rumah yang masih menjadi polemik di Perumahan Griya Husada Asri.(Bobby)
