INformasinasional.com-MEDAN.Lima terdakwa kasus pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, menghadapi tuntutan berat dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rizqi Darmawan, SH, di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (4/3/2025). Dua terdakwa utama, Hendrik Kosumo (41) dan Mhd. Syahrul Savawi alias Dodi (43), dituntut hukuman mati, sementara tiga lainnya, Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), dan Debby Kent (36), dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Peran Para Terdakwa dalam Pabrik Ekstasi Ilegal
Menurut JPU, Hendrik Kosumo merupakan pemilik pabrik ekstasi rumahan, sedangkan Syahrul Savawi bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran pil ekstasi. Keduanya dinyatakan bersalah memproduksi serta menyalurkan narkotika golongan I dalam jumlah besar, melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sementara itu, Arpen Tua Purba, Hilda Dame Ulina Pangaribuan, dan Debby Kent, yang merupakan istri Hendrik Kosumo, berperan sebagai pengedar dan kurir dalam jaringan ini. Ketiganya dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup karena terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang yang sama.
[irp posts=”37832″ ]
Pengungkapan Kasus dan Barang Bukti
Kasus ini bermula dari penggerebekan yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri bersama Polda Sumut pada 11 Juni 2024. Saat itu, petugas mendapati rumah toko (ruko) yang digunakan sebagai laboratorium pembuatan ekstasi.
Dalam penggerebekan, aparat menyita barang bukti berupa alat cetak ekstasi, bahan kimia padat sebanyak 8,96 kg, bahan kimia cair 218,5 liter, serbuk mephedrone 532,92 gram, serta 635 butir ekstasi siap edar. Selain itu, ditemukan berbagai bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium lainnya.
Berdasarkan hasil penyelidikan, pabrik ini telah beroperasi selama enam bulan dan produknya dijual ke berbagai tempat hiburan malam di Sumatera Utara, termasuk di Pematangsiantar.
Faktor Memberatkan dan Sidang Lanjutan
JPU menegaskan bahwa perbuatan para terdakwa sangat merugikan masyarakat dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba. Tidak ada faktor yang meringankan dalam kasus ini.
Setelah mendengarkan tuntutan, Ketua Majelis Hakim Nani Sukmawati, SH, MH, menunda persidangan hingga Rabu, 5 Maret 2025, untuk agenda pembelaan atau pledoi dari para terdakwa. Sidang ditunda mengingat masa tahanan para terdakwa yang hampir habis.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena mengungkap bagaimana pabrik ekstasi skala besar bisa beroperasi di tengah kota dan memasok narkotika ke berbagai daerah. Majelis hakim diharapkan segera memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam persidangan berikutnya.(Misnoadi)