INformasinasional.com-MEDAN. Sidang perkara korupsi dan kecurangan dalam seleksi guru honorer Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat tahun 2023 semakin memanas. Lima terdakwa yang diduga terlibat dalam skandal ini mulai menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Pertanyaan besar pun mencuat: Akankah sosok ‘Si Aktor Utama’ di balik kasus ini akhirnya terungkap?
Sidang perdana yang digelar pada Rabu, 5 Maret 2025, menghadirkan lima terdakwa, yaitu Kepala SDN 055975 Pancur Ido, Awaluddin, dan Kepala SD 056017 Tebing Tanjung Selamat, Rahayu Ningsih. Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Saiful Abdi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat, Eka Syaputra Depari, serta Kepala Seksi Kesiswaan Bidang SD Dinas Pendidikan Langkat, Alek Sander, turut menjadi terdakwa.
Dalam pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Hayyul Wali, diungkap bahwa kelima terdakwa memiliki peran berbeda dalam skema korupsi ini. Skandal bermula dari pertemuan antara Saiful Abdi dan Alek Sander yang membahas seleksi PPPK dan penentuan siapa saja yang bisa lolos melalui jalur bayaran.

“Tarif Lolos” Rp 40-50 Juta per Peserta
Menurut dakwaan, Alek Sander kemudian mencari peserta yang bersedia membayar dengan bantuan kepala sekolah. Awaluddin dan Rahayu Ningsih pun diduga ikut serta dalam proses ini dengan mengumpulkan nama-nama peserta yang bersedia membayar antara Rp 45 juta hingga Rp 50 juta per orang.
Nama-nama peserta yang telah membayar kemudian disusun oleh Saiful Abdi dan diberikan kepada Kepala BKD Langkat, Eka Syaputra Depari. Tujuannya, agar peserta tersebut mendapatkan nilai tinggi dalam Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT). Eka Syaputra sendiri diduga memberikan nilai tertinggi, yaitu 90, kepada peserta yang telah membayar.
Namun, ironisnya, meskipun telah membayar, tidak semua peserta akhirnya lolos. Sejumlah guru honorer yang awalnya mendapat nilai tinggi dalam Computer Assisted Test (CAT) tetapi tidak membayar, justru dinyatakan tidak lulus. Hal ini memicu protes dari para peserta yang merasa dirugikan hingga akhirnya kasus ini terbongkar.
[irp posts=”38084″ ]
Eksepsi dan Dugaan Perlindungan ‘Si Aktor Utama’
Dalam persidangan, dua terdakwa utama, Saiful Abdi dan Eka Syaputra Depari, mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan JPU. Keduanya tampak ragu ketika ditanya oleh Majelis Hakim, yang diketuai Ahmad Ukayat.
“Kami akan konsultasi dengan pengacara dulu, Yang Mulia,” ujar Eka Syaputra sebelum akhirnya memutuskan untuk mengajukan eksepsi.
Sidang eksepsi pun dijadwalkan kembali pada 12 Maret 2025. Keberatan yang diajukan oleh kedua terdakwa memunculkan spekulasi bahwa mereka tengah mempertimbangkan konsekuensi berat yang akan dihadapi, termasuk kemungkinan pemecatan dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penyitaan aset.
Namun, muncul dugaan lain—apakah keduanya mendapat perlindungan dari ‘Si Aktor Utama’? Jika benar ada sosok berpengaruh di balik kasus ini, apakah mereka akan mendapatkan kompensasi di luar lingkup pemerintahan setelah menjalani hukuman? Atau justru mereka akan membuka tabir kebenaran di persidangan jika tidak ada komitmen dari ‘Si Aktor Utama’ untuk melindungi mereka?
Dua Terdakwa Lainnya Tidak Mengajukan Keberatan
Sementara itu, terdakwa lainnya, Alek Sander, Awaluddin, dan Rahayu Ningsih, tidak mengajukan eksepsi. Ketika ditanya oleh Majelis Hakim, Alek Sander hanya menggeleng dan menjawab, “Tidak, Yang Mulia.” Hal yang sama juga disampaikan oleh Awaluddin dan Rahayu.
Sidang ini masih akan berlanjut dengan berbagai kemungkinan mengejutkan. Masyarakat pun menantikan apakah jalannya persidangan akan membawa titik terang mengenai siapa sebenarnya ‘Si Aktor Utama’ dalam kasus korupsi ini.
(Tim REPORTER)