INformasinasional.com – MEDAN. Kasus suap senilai Rp 68,4 miliar yang melibatkan mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, dan abangnya, Iskandar Perangin-angin, kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Medan pada Senin (10/3/2025). Sidang ini menghadirkan tiga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Langkat periode 2020-2021 sebagai saksi.
Ketiga saksi tersebut, yakni Supardi Sitepu, M. Mulia Siregar, dan M. Irvandi, memberikan kesaksian terkait pengaruh besar yang dimiliki oleh “Grup Kuala” dalam pengerjaan proyek-proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat. Sidang yang dipimpin oleh hakim As’ad Rahim Lubis ini beragendakan pemeriksaan saksi untuk mengungkap lebih lanjut mekanisme suap dalam kasus ini.
“Grup Kuala” Kuasai 80% Proyek Pemkab Langkat
Dalam kesaksiannya, ketiga PPK tersebut mengakui bahwa proyek-proyek di Kabupaten Langkat sebagian besar dikendalikan oleh Grup Kuala, yang diinisiasi oleh Iskandar Perangin-angin dan dijalankan oleh Marcos Surya Abdi—seorang kontraktor yang juga menjadi tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Terbit Rencana Perangin-angin.
[irp posts=”38376″ ]
Dari tahun 2020 hingga 2021, Grup Kuala disebut menguasai sekitar 80% proyek di berbagai dinas di Kabupaten Langkat. Mereka menggunakan perusahaan rekanan yang telah ditentukan sebelumnya untuk memenangkan tender proyek, termasuk proyek pembangunan jalan, pengaspalan, dan perbaikan saluran drainase.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Johan Dwi Junianto dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali lebih dalam mengenai keterlibatan Grup Kuala dalam setiap proyek yang dikerjakan.
Ancaman bagi PPK yang Tidak Patuh
Ketiga saksi mengungkapkan bahwa mereka mengetahui keberadaan Grup Kuala dan mendapat instruksi dari pimpinan untuk mempermudah proses pengerjaan proyek yang dikelola kelompok tersebut.
“Kami selalu diminta pimpinan untuk membantu proses pengerjaan di lapangan, termasuk membantu kelengkapan berkas jika ada yang belum tuntas,” ungkap saksi M. Irvandi di hadapan majelis hakim.
Lebih jauh, saksi juga mengakui bahwa ada ancaman bagi pejabat yang tidak mematuhi arahan terkait proyek-proyek yang dikerjakan Grup Kuala.
“Ya, ada ancaman, seperti pemindahan jabatan. Pimpinan waktu itu juga mengarahkan agar proyek yang dikerjakan perusahaan Marcos dibantu,” ungkap saksi lainnya.
Fee Proyek Capai 15-16% dari Pagu Anggaran
Dalam sidang, JPU juga menyoroti dugaan pembagian fee proyek yang disebut mencapai 15-16% dari pagu anggaran. Saat ditanya mengenai hal ini, para saksi mengaku sering mendengar kabar tersebut namun tidak pernah melihat langsung mekanisme pembagiannya.
“Kami pernah mendengar, tetapi tidak pernah melihat secara langsung,” ujar salah satu saksi.
Selain itu, terungkap bahwa hanya perusahaan yang tercantum dalam “daftar pengantin” yang bisa memenangkan tender proyek. Meski begitu, para saksi mengaku tidak mengetahui detail daftar tersebut karena mereka tidak terlibat langsung dalam proses tender.
“Soal daftar pengantin, kami sering dengar, tapi tidak pernah melihat langsung. Namun, perusahaan yang biasa mengerjakan proyek selalu Marcos yang mendatangi kami dan meminta bantuan,” jelas saksi.
Sidang Berlanjut
Sidang ini menjadi salah satu upaya KPK untuk mengungkap skema suap yang melibatkan pejabat daerah dan kontraktor di Kabupaten Langkat. Dengan keterangan saksi yang semakin memperjelas keterlibatan Grup Kuala, sidang selanjutnya diharapkan dapat mengungkap lebih banyak fakta mengenai aliran dana suap serta peran masing-masing terdakwa dalam kasus ini.*(Tim REPORTER)