Oleh: Misno
PEMERINTAH Kabupaten Langkat di bawah kepemimpinan Bupati H. Syah Afandin menghadapi ujian keseimbangan antara janji politik, tuntutan rakyat, dan kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah pusat. Dengan disahkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat Tahun 2025 sebesar Rp2,1 triliun oleh DPRD pada 29 November 2024, masyarakat kini menanti realisasi berbagai program pembangunan yang dijanjikan, terutama perbaikan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan ekonomi.
Namun, di balik euforia pengesahan anggaran tersebut, realitas fiskal dan regulatif menghadirkan tantangan serius. Pemerintah pusat, melalui Presiden Prabowo Subianto, menekankan pentingnya efisiensi penggunaan anggaran sebagai upaya rasionalisasi fiskal nasional. Ini berarti, pemerintah daerah, termasuk Kabupaten Langkat, harus pandai-pandai mengelola dana yang terbatas tanpa mengabaikan kebutuhan masyarakat.
Harapan vs Realitas
Janji Bupati Syah Afandin saat kampanye di tahun 2024, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur jalan dan pemberdayaan ekonomi rakyat, kini menjadi sorotan utama. Masyarakat, terutama para aktivis, terus menggaungkan tuntutan agar janji tersebut segera diwujudkan. Namun demikian, dengan anggaran yang relatif terbatas dibandingkan luas wilayah dan jumlah penduduk yang harus dilayani, langkah realisasi janji itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kabupaten Langkat memiliki luas wilayah sekitar 6.263,29 km², mencakup 23 kecamatan, 240 desa, dan 37 kelurahan dengan jumlah penduduk mencapai 1,1 juta jiwa. Melayani kebutuhan masyarakat yang sedemikian luas dan heterogen tentunya memerlukan perencanaan yang matang dan skala prioritas yang jelas.
Dinamika Ekonomi Langkat
Dari sisi ekonomi, data menunjukkan bahwa Langkat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 4,98 persen pada tahun 2024, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp62,41 triliun, sementara PDRB atas dasar harga konstan mencapai Rp34,88 triliun.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (9,37 persen), jasa keuangan dan asuransi (8,49 persen), serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial (8,20 persen). Ini menandakan adanya dinamika positif dalam perekonomian lokal, meskipun sektor dominan masih dipegang oleh pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyumbang 44,38 persen dari struktur ekonomi daerah.
Namun, tantangan tetap ada. Meski konsumsi rumah tangga mendominasi struktur pengeluaran ekonomi (53,96 persen), daya beli masyarakat masih sangat tergantung pada kestabilan sektor pertanian yang rentan terhadap perubahan iklim dan harga pasar.
Antara Janji Politik dan Aturan Negara
Bupati sebagai kepala daerah memiliki peran sentral dalam mengarahkan pembangunan daerah. Namun, kekuasaan tersebut dibatasi oleh kerangka hukum yang ketat. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa setiap kebijakan kepala daerah harus selaras dengan regulasi nasional. Bupati tidak dapat serta merta mengalokasikan anggaran tanpa mempertimbangkan mekanisme yang telah diatur, baik dalam hal persetujuan DPRD maupun sinkronisasi dengan program strategis nasional.
Salah satu program prioritas nasional saat ini adalah ketahanan pangan dan program makan bergizi gratis, yang menjadi proyek strategis nasional (PSN) utama di bawah pemerintahan Presiden Prabowo. Implementasi program ini akan menyedot alokasi anggaran daerah, yang tentunya mengurangi ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur jangka pendek.
Dengan kata lain, Bupati Langkat harus menavigasi antara tuntutan lokal dan kepatuhan terhadap agenda nasional. Keputusan politik dan administratifnya harus berlandaskan pada prinsip kehati-hatian, efisiensi, dan efektivitas penggunaan anggaran.
Solusi di Tengah Tekanan
Di tengah kondisi ini, masyarakat perlu diajak untuk memahami kompleksitas proses penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah. Tuntutan yang bersifat emosional justru dapat mengaburkan prioritas strategis. Sebaliknya, komunikasi dua arah yang transparan antara pemerintah dan rakyat menjadi kunci utama. Pemerintah daerah juga harus memperkuat sistem perencanaan partisipatif agar masyarakat merasa dilibatkan dalam penentuan arah pembangunan.
[irp posts=”39300″
[irp posts=”39283″ ]
Selain itu, Bupati Langkat perlu mengedepankan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk dalam penggunaan teknologi informasi untuk transparansi anggaran, audit internal yang kuat, serta kolaborasi aktif dengan DPRD dan sektor swasta.
Penutup
Langkat kini berada di titik persimpangan: antara janji dan kenyataan, antara harapan dan aturan. Bupati Syah Afandin memiliki peluang besar untuk mencatatkan namanya sebagai pemimpin yang mampu menjembatani kedua sisi ini. Dengan perencanaan yang cermat, kebijakan yang berbasis data, dan komunikasi yang terbuka dengan masyarakat, Langkat bisa melangkah ke arah pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berdampak nyata bagi warganya.
(Penulis adalah wartawan senior kompetensi utama Dewan Pers)