INformasional.com, KOTA SOLOK – Kepercayaan publik terhadap DPRD Kota Solok tengah diguncang. Masyarakat dibuat kecewa dan bertanya-tanya, setelah hasil rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Solok 2024 tak kunjung diparipurnakan secara terbuka. Publik menilai, ini adalah preseden buruk bagi transparansi dan akuntabilitas lembaga legislatif.
“Ini bukan sekadar prosedural. Paripurna terbuka adalah hak masyarakat untuk mengetahui sejauh mana Walikota bekerja sepanjang tahun. Tanpa itu, publik hanya bisa berspekulasi,” ujar Dt. Rangkayo Basa, tokoh adat Kota Solok. Ia menegaskan bahwa DPRD wajib menjaga keterbukaan informasi untuk merawat kepercayaan rakyat.
Ketidaktransparanan ini, menurutnya, menjadi lahan subur bagi opini liar yang bisa merusak citra DPRD itu sendiri. “Kalau begini, bagaimana masyarakat bisa percaya? Ini harus dibuka ke publik. Kalau tidak, orang bisa curiga ada yang ditutup-tutupi,” tegasnya.
[irp posts=”40722″ ]
Pandangan senada datang dari mantan anggota DPRD Kota Solok, Aferidon Kuntau. Ia menilai ketiadaan paripurna terbuka bukan hanya menimbulkan prasangka, tetapi juga berpotensi menghilangkan fungsi pengawasan DPRD. “Jangan sampai publik menilai ini cara untuk menghindari tanggung jawab. Bahkan bisa muncul dugaan adanya anggaran siluman,” katanya.
Aferidon juga menambahkan, tanpa pengesahan secara terbuka, rekomendasi Pansus terancam tak ditindaklanjuti. “Proses ini jadi kabur. Publik tidak tahu apa isi rekomendasi, bagaimana tanggapannya, dan apakah benar-benar dilaksanakan,” ujarnya.
Kritik pedas juga datang dari kalangan pers. Ketua Forum Komunitas Wartawan Solok, Roni Natase, mengaku heran dengan sikap diam anggota DPRD. “Ada apa sebenarnya? Kenapa rapat sepenting ini tak digelar terbuka? Jangan-jangan ada yang disembunyikan,” tegasnya.
Hal senada diungkap Sekretaris PWI Kota Solok, Devi Syahputra. Ia menyoroti lemahnya pengawasan jika paripurna ditiadakan. “Tanpa paripurna, hasil kerja Pansus bisa tak berarti. Ini bahaya. Tidak ada jaminan rekomendasi dilanjutkan,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua PWMOI Kota Solok, Pratama Y., bahkan menyebut situasi ini berpotensi mengarah pada dugaan korupsi. “Ketertutupan adalah musuh transparansi. Rapat tertutup bisa menjadi pintu masuk praktik-praktik pelanggaran hukum. DPRD seharusnya menjaga kepercayaan publik, bukan malah menciptakan celah kecurigaan,” tandasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pimpinan DPRD Kota Solok. Namun satu hal jelas: masyarakat menuntut transparansi. Rapat Paripurna atas LKPJ bukan sekadar formalitas, tapi representasi dari pertanggungjawaban dan kejujuran kepada publik.
Reporter: Yudistira
Editor: Misno