Profil Desa Dogang
INformanasional.com – Di pesisir timur Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tersimpan sebuah kisah desa yang menginspirasi, Desa Dogang, sebuah perkampungan yang tak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga menyala dengan semangat kebersamaan, gotong royong, dan visi perubahan.
Terletak di Kecamatan Gebang, Desa Dogang berdiri di atas lahan seluas 775 hektare, dengan komposisi wilayah yang strategis: berbatasan dengan Desa Serapuh Asli di timur, Kelurahan Pekan Gebang di barat, Desa Sangga Lima di utara, serta Desa Air Hitam di selatan. Desa ini terbagi menjadi enam dusun dan dihuni oleh 3.664 jiwa per tahun 2024, naik signifikan dari tahun sebelumnya.
Mosaik Budaya dan Harmoni Sosial
[irp posts=”41563″ ]
Keberagaman adalah denyut nadi Dogang. Komposisi etnisnya terdiri dari Melayu (40%), Jawa (25%), Kalimantan/Melayu (15%), serta berbagai suku lainnya seperti Karo, Aceh, Nias, Mandailing, Batak, hingga Banten. Namun, alih-alih menjadi perpecahan, perbedaan ini justru menjelma jadi kekuatan sosial.
[irp posts=”41702″ ]
Dogang bukan sekadar desa, tapi rumah bersama. Di sini semua saling menjaga, saling menguatkan.
Ekonomi Rakyat yang Tangguh dan Variatif

Sebagian besar masyarakat Dogang menggantungkan hidup dari laut dan daratan. Nelayan tangkap di perairan dan laut, tambak udang paname, petani palawija, hingga buruh perkebunan sawit dan karet menjadi denyut ekonomi desa.
Tambak-tambak produktif tersebar di Dusun I hingga Dusun IV, sedangkan hamparan kelapa sawit mendominasi dari Dusun I hingga Dusun VI. Desa ini juga memiliki lahan karet milik PT Bahruni seluas 554 hektare, sementara lahan pemukiman dan pertanian milik masyarakat lokal sekitar 221 hektare.

Tidak hanya itu, Desa Dogang juga dikenal sebagai penghasil gula merah aren berkualitas, hasil dari deresan pohon aren yang tumbuh subur di Dusun IV Hulu dan Dusun III Tengah. Industri rumah tangga ini menjadi ciri khas desa, yang masih bertahan di tengah modernisasi.
Wisata Kapal Apung: Simfoni Rasa dan Alam
Sejak 2022, BUMDes Dogang mengelola wisata Kapal Apung yang menjadi ikon pariwisata desa. Di atas kapal yang terapung di sungai dengan panorama mangrove, pengunjung disuguhkan sajian khas laut ikan segar dari nelayan lokal yang diolah langsung oleh Cafe Doremi.

Tempat ini tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga pusat perputaran ekonomi masyarakat lokal. “Kapal apung adalah simbol inovasi Dogang menyulap potensi lokal menjadi sumber ekonomi kreatif.”
Infrastruktur dan Peternakan Berkembang Bersama
Tiga tahun terakhir, wajah Dogang kian berubah. Di bawah kepemimpinan Ilyas sebagai Kepala Desa Dogang, pembangunan jalan-jalan dusun menggunakan sirtu, rabat beton, hingga paving block, telah memperlancar mobilitas warga. Tak hanya itu, sentra peternakan rakyat seperti sapi, kambing, dan domba di Dusun I, II, IV, dan V juga tumbuh stabil.
Budaya Tetap Hidup di Tengah Kemajuan
Dogang bukan hanya tentang ekonomi dan pembangunan. Di tengah arus perubahan, budaya kuda lumping tetap lestari di Dusun III Tengah di bawah asuhan Pak Ponimin. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa kemajuan tak harus menyingkirkan akar budaya.
Pusat Perikanan Tradisional yang Masih Bertahan
Dogang juga memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang menjadi pusat transaksi hasil tangkapan nelayan. Ikan sembilang, kerapu, belanak, senangin, hingga udang keling dan tiger menjadi hasil laut andalan yang masih ditangkap dengan alat tradisional melestarikan cara lama dalam bingkai keberlanjutan.
Tidak terlupakan, masyarakat di Desa Dogang juga kesehariannya membuat atap dari daun Nipah, pengrajin sapu lidi dari urat daun pohon kelapa sawit. Serta pembuat keripik singkong yang sangat digemari sebagai makanan cemilan.
Desa Dogang hari ini adalah potret desa yang berhasil menyatukan kekayaan alam, tradisi, dan semangat perubahan dalam satu harmoni. Dari pembangunan infrastruktur hingga inovasi pariwisata, dari peternakan hingga pelestarian budaya, Dogang membuktikan bahwa desa bisa menjadi pusat perubahan tanpa kehilangan jati diri.
Dari Dogang, Langkat belajar bagaimana pembangunan harus berpijak pada nilai kebersamaan, bukan sekadar beton dan angka.
(Reporter: Misno Adi/Timmy Muharram)