INformasinasional.com-Pasaman Barat–Isu legalitas Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan kelapa sawit kembali mencuat ke permukaan, Kali ini datang dari Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, di mana sejumlah perusahaan sawit diketahui tengah melakukan proses peremajaan (replanting) tanpa kejelasan status hukum lahan yang digunakan.
Dan jika perusahaan sawit melebihi batas Hak Guna Usaha (HGU), itu merupakan pelanggaran hukum dan dapat menimbulkan masalah sosial dan lingkungan, Perusahaan yang melampaui batas HGU berisiko dikenakan sanksi, termasuk pencabutan HGU dan denda. Masyarakat setempat juga bisa dirugikan akibat perambahan hutan atau lahan di luar HGU.
“Setiap HGU memiliki batas luas dan wilayah yang jelas, perusahaan tidak boleh menggarap atau menguasai lahan di luar batas HGU yang telah ditetapkan,” kata Wakil ketua Komisi 1 DPRD Pasaman Barat Yondrizal, Senin (23/6/2025) kepada awak midia.
Ia mengatakan hampir seluruh perusahaan sawit besar di kabupaten tersebut telah memulai program replanting dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ia mempertanyakan apakah masa berlaku HGU perusahaan-perusahaan tersebut masih aktif atau sudah diperpanjang secara diam-diam tanpa melibatkan masyarakat adat di sekitar wilayah operasional.
“Pelaksanaan replanting kelapa sawit itu menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Apakah HGU-nya sudah habis masa waktunya,” katanya.
Masyarakat menilai transparansi terhadap legalitas lahan menjadi sangat penting, apalagi jika perusahaan beroperasi di atas tanah ulayat atau tanah yang masih memiliki nilai historis dan sosial tinggi bagi komunitas adat.
“Jangan hanya dilihat dari sisi perusahaan melakukan replanting, tetapi kami ingin tahu dasar hukumnya apa. Apakah sudah sesuai prosedur, atau justru melanggar aturan?,” ujarnya.
Isu ini menambah daftar panjang persoalan agraria dan perkebunan di Pasaman Barat, termasuk konflik lahan, Ketidakjelasan pola kemitraan kebun plasma, serta dugaan pengabaian hak-hak masyarakat lokal.
Yondrizal Wakil Komisi 1 DPRD Pasaman Barat, berharap pemerintah pusat, khususnya Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Pertanian, segera mengambil langkah audit menyeluruh terhadap izin HGU perusahaan-perusahaan sawit yang beroperasi di wilayah Pasaman Barat ini.
“Sudah saatnya negara hadir. Jangan biarkan masyarakat terus dirugikan oleh ketidaktegasan regulasi dan lemahnya pengawasan di sektor perkebunan,” tambahnya.
Terkait hal ini, Sejumlah aktivis lingkungan dan agraria dan LSM yang ada di Pasaman Barat ikut bersuara atas HGU yang menjadi topik pembicaran di kalangan masyarakat dan pemerintah juga menyerukan pentingnya keterbukaan informasi publik mengenai HGU sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan hukum perusahaan, Terlebih, HGU merupakan hak terbatas atas tanah negara yang wajib dievaluasi secara berkala.
Lebih lanjut Yondrizal akan terus memanggil perusahaan perusahaan yang tidak sportif dalam menggunakan HGU nya dan telah mengambil di luar batas HGU bahkan telah banyak menyeroboti tanah tanah Masyarakat di Laur HGU yang dapat menimbulkan konflik kepada masyarakat Pasaman Barat.
“Kita sudah ada datanya dan akan kita panggil pimpinan perusahan ke kantor DPRD secepatnya untuk lebih jelasnya tentang HGU tersebut, dan apabila ini benar dan perusahaan telah mengambil lahan yang di luar HGUnya. Dan Kita dari DPRD Pasaman Barat melalui komisi I akan memberikan sanksi sesuai proses dan peraturan pemerintah, dan akan kita cabut apabila telah melampaui batas dari HGUnya,” jelas Yondrizal.
Sebagai mana di ketahui, jelas Yondrizal kepada awak media, Sanksi Hukum: Perusahaan yang melanggar HGU dapat dikenai sanksi administratif seperti pencabutan HGU atau sanksi pidana, Masalah Sosial: Perambahan hutan atau lahan di luar HGU dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat, karena hak-hak mereka mungkin terlanggar Dampak lingkungan Perluasan perkebunan sawit di luar HGU, terutama jika melibatkan perambahan hutan, dapat memperburuk kerusakan lingkungan.
Reporter: SYAFRIZAL