INformasinasional.com, PEMALANG — Suasana sakral menyelimuti lereng Gunung Slamet, tepatnya di Desa Karangsari, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, saat ratusan warga dan santri dari Perguruan Manunggal Jati Utama menggelar ritual budaya untuk menyambut Tahun Baru Islam 1447 Hijriyah dan malam satu Suro, Rabu (25/6/2025) sore.
Tradisi spiritual yang telah berlangsung turun-temurun ini bukan sekadar perayaan tahun baru dalam kalender Hijriyah maupun Jawa, melainkan momentum penting untuk pembersihan diri, perenungan batin, dan memanjatkan doa keselamatan dunia akhirat. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai bagian dari laku budaya dan spiritual yang diwariskan oleh para leluhur.
Ritual diawali dengan pengambilan air suci dari beberapa sumber mata air yang terletak di kawasan lereng Gunung Slamet. Air tersebut dikumpulkan dalam wadah-wadah tradisional seperti kendi, bokor, dan jerigen, kemudian diarak secara khidmat menuju Padepokan Manunggal Jati Utama.
Sepanjang rute menuju padepokan, jalanan dipenuhi ornamen khas budaya Jawa: janur kuning, pisang raja, kelapa muda, dan jagung yang disusun rapi. Tak ketinggalan, bendera Merah Putih juga berkibar di beberapa titik, menggambarkan semangat nasionalisme yang menyatu dalam nilai-nilai tradisi.
Irama gamelan tradisional dan lantunan doa-doa menambah suasana magis arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dari pintu gerbang desa hingga ke pelataran padepokan. Sesampainya di sana, air suci didoakan bersama oleh tokoh spiritual dan seluruh peserta, sebagai simbol harapan baru yang bersih dan penuh berkah.
Ketua Padepokan Manunggal Jati Utama, Muhammad Khairudin, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian penting dalam tradisi menyambut 1 Suro dan Tahun Baru Islam. Selain sebagai bentuk rasa syukur, ritual ini juga menjadi sarana mempererat tali persaudaraan warga dan meningkatkan kesadaran spiritual dalam menjalani kehidupan.
“Ritual pengambilan air suci ini merupakan agenda tahunan kami. Harapannya, masyarakat diberikan keselamatan, ketentraman, dan kesejahteraan oleh Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Khairudin kepada INformasinasional.com.
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi momentum reflektif bagi masyarakat agar senantiasa menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana, Muh Khozairi, menyebutkan bahwa antusiasme warga yang tinggi membuktikan betapa pentingnya tradisi ini dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Pulosari.
“Tradisi ini mencerminkan semangat masyarakat menyambut tahun baru dengan penuh harapan dan rasa syukur. Semoga tahun ini menjadi awal dari kehidupan yang lebih baik bagi kita semua,” tutur Khozairi.
Padepokan Manunggal Jati Utama sendiri dipimpin oleh Guru Besar Bambang Sukedi, dengan pendamping utama Syarmanto Aspuri dan Bustomi. Di bawah bimbingan mereka, nilai-nilai spiritual, budaya, dan kearifan lokal terus dijaga dan ditransformasikan kepada generasi muda.
Ritual ini tidak hanya menjadi bentuk pelestarian budaya, tapi juga memperkuat nilai-nilai toleransi, gotong royong, dan harmoni antar warga. Tak jarang, masyarakat dari luar daerah turut hadir untuk menyaksikan dan merasakan langsung kekuatan spiritual dari kegiatan yang penuh khidmat ini.
Di tengah arus modernisasi, ritual satu suro dan penyambutan tahun baru Islam di Padepokan Manunggal Jati Utama menjadi bukti bahwa warisan budaya lokal masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat. Lebih dari sekadar seremoni, ia menjadi jembatan yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, serta manusia dengan sesamanya, dalam suasana damai dan penuh harap.
REPORTER: RAGIL SURONO