INformasinasional.com – Medan
Kasus dugaan suap proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar yang menyeret Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, tampaknya hanya puncak gunung es dari sebuah skandal yang lebih besar. Aroma korupsi yang menyengat kini menyebar hingga ke lingkaran elite Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Dibalik operasi senyap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat lima tersangka, termasuk Topan Ginting, muncul desakan publik agar lembaga anti-rasuah itu berani menyentuh nama besar Gubernur Sumut, Bobby Nasution yang juga menantu Joko Widodi, disebut-sebut sebagai “atasan langsung” sekaligus orang paling berkuasa dilingkaran proyek strategis provinsi.
“Jika KPK tidak bisa membongkar dugaan penyalahgunaan wewenang dan aliran dana dari Topan Ginting ke Bobby Nasution, maka publik berhak curiga ada aktor yang dilindungi,” kata Rinno Hadinata, Direktur Rumah Inspirasi Indonesia (RII), Minggu (6/7/2025).
Menurut Rinno, kasus ini tidak akan pernah menyentuh Bobby Nasution tanpa pembuktian dua hal. Pertama, penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Apakah ada indikasi bahwa Bobby Nasution sebagai Gubernur memberi restu atau bahkan memerintahkan Topan Ginting untuk mengatur pemenang tender proyek strategis?
Kemudian yang kedua tentang aliran dana. Apakah ada bukti dana hasil suap yang mengalir kerekening Bobby Nasution atau pihak-pihak terafiliasi dengannya, baik melalui badan hukum (PT/Yayasan) maupun oknum tertentu?
“Aliran dana yang kabarnya dalam bentuk mata uang asing ini harus diungkap. Kalau tidak, KPK akan terlihat tumpul keatas,” tegas Rinno.
Jejak PT Dalihan Natolu Grup dan Komitmen Fee Rp 8 Miliar
Salah satu perusahaan yang menjadi pusat perhatian adalah PT Dalihan Natolu Grup (DNG). Perusahaan ini memenangkan tender proyek jalan provinsi dengan nilai total Rp 231,8 miliar. Kemenangannya diduga sudah “diatur” oleh Topan Ginting melalui praktik fee proyek sebesar Rp 8 miliar.
Sumber internal menyebut, pengaturan tender ini bukan modus baru di Pemprov Sumut. PT DNG, yang dipimpin Akhirun Efendi Piliang alias Kirun, kini tengah disorot setelah KPK menggeledah rumahnya di Jalan Mawar No 5 Padang Sidimpuan.
Pertanyaannya, apakah Rp 8 miliar itu murni untuk Topan Ginting? Atau ada bagian yang disetor kelingkaran kekuasaan lebih tinggi?
Data sementara yang dihimpun tim INformasinasional.com menunjukkan pola transaksi yang diduga mencurigakan. Yakni Fee proyek yang dicairkan bertahap kerekening-rekening perusahaan rekanan. Pengalihan dana kebeberapa yayasan dengan kepengurusan yang beririsan dengan figur politik. Penarikan tunai dalam jumlah besar dengan mata uang asing yang diduga dikirim melalui kurir ke Jakarta.
Kalau skema ini benar, ini bukan sekadar kasus suap proyek, tapi bagian dari kas politik untuk persiapan 2029, dimana Bobby tengah digadang-gadang masuk panggung politik nasional.
KPK Diduga Dihadang ‘Tembok Kekuasaan‘?
Hingga kini, KPK belum memanggil Bobby Nasution sebagai saksi. Padahal, posisi Gubernur sebagai atasan langsung Topan Ginting membuatnya punya otoritas penuh atas proyek-proyek provinsi.
“Apakah KPK tidak berani? Atau memang ada upaya ‘pengamanan’ dari pusat? Ini ujian terbesar bagi KPK diera pasca-Firli Bahuri,” kata Rinno.
Ia mengingatkan, publik tidak akan lupa kasus-kasus besar yang macet ketika menyentuh lingkaran kekuasaan, dari kasus Formula E, BTS Kominfo, hingga tambang ilegal.
Kasus ini kini bukan hanya soal proyek jalan atau fee Rp 8 miliar. Ia telah menjelma menjadi simbol pertaruhan KPK dalam membuktikan apakah lembaga anti-rasuah itu masih tajam keatas.
“Publik lelah dengan jargon pemberantasan korupsi jika hasil akhirnya hanya menjerat pejabat kelas menengah. Ini waktunya KPK membuktikan keberanian,” kata Rinno lagi.
(Misno Adi)