INformasinasional.com, MEDAN – Sorak-sorai kemenangan menggema di Gedung Olahraga (GOR) Tarung Derajat Pasar IV Marelan, Medan, pada Minggu (6/7/2025). Keluarga Olahraga Tarung Derajat (Kodrat) Kota Medan memastikan diri sebagai juara umum Kejuaraan Daerah (Kejurda) 2025 setelah meraup total 11 medali: 6 emas, 2 perak, dan 3 perunggu.
Prestasi ini seolah menegaskan dominasi Medan sebagai “kiblat” tarung derajat Sumatera Utara. Namun di balik rentetan kemenangan, muncul pertanyaan penting: apakah keberhasilan ini benar-benar cerminan pembinaan berjenjang, atau sekadar puncak euforia yang bisa padam sewaktu-waktu?
Ketua Kodrat Kota Medan, Bobby Octavianus Zulkarnain, mengatakan, tak menutupi rasa bangganya. “Ini bukti kerja keras para pelatih dan atlet. Mereka sudah berjuang habis-habisan di setiap sesi latihan,” kata Bobby penuh optimisme.
Namun, sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan adanya sejumlah “lubang” dalam pembinaan atlet di tingkat kota. Menurutnya, sebagian besar atlet yang turun di Kejurda berasal dari klub-klub swasta yang justru mengandalkan pembiayaan mandiri.
“Fasilitas latihan memang ada, tapi peralatan banyak yang sudah usang. Atlet-atlet ini menang lebih karena semangat pribadi mereka, bukan karena sistem yang rapi,” katanya.
Jika benar demikian, kemenangan Medan bisa jadi lebih bersifat individual, bukan sistemik.
Bobby sendiri mengakui motivasi mereka banyak dipicu oleh dorongan Ketum Pengprov Kodrat Sumut, H Tasimin, yang berulang kali menyebut Medan sebagai “barometer” tarung derajat di Sumut.
“Hal itu membuat kami termotivasi untuk mencetak prestasi dari usia dini sampai mahasiswa,” katanya.
Tetapi para pengamat olahraga melihat tekanan semacam ini bisa berdampak dua sisi. Di satu sisi, ia memacu semangat. Namun di sisi lain, tanpa dukungan anggaran dan fasilitas yang memadai, atlet muda bisa rentan drop-out karena tak sanggup memenuhi ekspektasi tinggi.
Ketua KONI Medan, Aswindy Fachrizal, turut memberikan apresiasi. Ia berjanji terus mendukung Kodrat Medan untuk menghadapi even-even lebih besar seperti Porprovsu dan PON.
“Kami tidak akan berhenti mendukung. Tapi atlet harus terus berlatih karena target kita lebih tinggi,” kata Windy.
Pernyataan itu tentu menenangkan. Namun apakah dukungan KONI sebatas pada ucapan? Berdasarkan data anggaran yang diterima redaksi, alokasi dana pembinaan cabor tarung derajat Kota Medan tahun ini turun 15% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini memunculkan kekhawatiran, apakah cukup untuk mendongkrak performa di ajang nasional?
Keberhasilan atlet seperti Hendrik Mora Panjaitan, Kasih Fajarina Mendrofa, dan Gresya Sinaga jelas patut diapresiasi. Mereka sudah membuktikan diri dengan torehan emas di Kejurda. Namun masa depan tarung derajat Medan akan sangat ditentukan oleh kemampuan Kodrat Kota Medan dan KONI merancang pembinaan yang berkesinambungan.
Tanpa itu, bukan tidak mungkin Medan hanya akan menjadi “juara di rumah sendiri” yang kesulitan bersaing saat melangkah ke pentas nasional.
Euforia atau Titik Balik?
Kodrat Kota Medan kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, kemenangan di Kejurda 2025 adalah bukti nyata kerja keras. Di sisi lain, prestasi ini akan menjadi sia-sia bila tidak disertai pembenahan serius pada infrastruktur latihan, kesejahteraan atlet, dan sistem regenerasi.
Pertanyaan pentingnya: apakah Medan siap bertransformasi dari sekadar barometer Sumut menjadi lumbung atlet tarung derajat di tingkat nasional? Atau semua ini akan berhenti pada headline Kejurda semata?
Hanya waktu dan komitmen para pengurus yang bisa menjawabnya.
(Misno Adi)
