INformasinasional.com, Langkat – Kabupaten Langkat masih menjadi sorotan publik. Rabu (9/7/2025), Bupati Langkat H Syah Afandin SH dengan penuh percaya diri meluncurkan tiga inovasi digital yang diklaim sebagai terobosan untuk mempercepat pelayanan publik dan memperkuat transparansi pemerintahan.
Acara yang digelar di Ruang Pola Kantor Bupati Langkat itu menghadirkan jajaran pimpinan perangkat daerah, camat, kepala desa, tokoh masyarakat, hingga organisasi kepemudaan. Ketiga aplikasi tersebut adalah Sistem Informasi Keuangan dan Report Elektronik (SIKRIWEL), Sistem Informasi Audiensi Pimpinan Daerah (SIAP), dan Sistem Pengelolaan Arsip dan Surat Tanah (SMART).
Syah Afandin menyebut ketiga sistem ini sebagai bagian dari komitmennya mewujudkan pemerintahan yang modern, cepat, dan bebas praktik korupsi.
“Ketiga program ini bukan sekadar alat administrasi. Ini adalah solusi nyata untuk merespon kebutuhan masyarakat lebih cepat, lebih tepat, dan transparan,” sebutnya.
Namun, dibalik peluncuran yang terkesan megah ini, publik bertanya: apakah ini benar-benar transformasi digital atau hanya sebatas gimmick kekurangan untuk menutupi sorotan publik tentang Langkat yang dikenal kabupaten terkorup di Sumatera Utara?
- SIKRIWEL (Sistem Informasi Keuangan dan Report Elektronik)
Dirancang untuk meningkatkan transparansi keuangan daerah, aplikasi ini diharapkan mempermudah pemantauan anggaran hingga ke tingkat desa. Namun, sejumlah pihak mempertanyakan kesiapan sumber daya manusia (SDM) di desa-desa yang selama ini kerap tertinggal dalam hal teknologi.“Aplikasi sebagus apapun, kalau operatornya belum mumpuni, hasilnya nihil. Jangan sampai ini jadi alat pencitraan semata,” kritik seorang aktivis anti korupsi di Langkat yang enggan disebutkan namanya.
- SIAP (Sistem Informasi Audiensi Pimpinan Daerah)
Dengan SIAP, warga dapat mengajukan permohonan audiensi secara online. Ide ini diapresiasi, namun dinilai tak cukup menjamin bahwa aspirasi masyarakat benar-benar ditindaklanjuti. Selama ini, banyak keluhan masyarakat yang ‘terjebak’ dimeja birokrasi tanpa ada solusi konkret. - SMART (Sistem Pengelolaan Arsip dan Surat Tanah)
Disektor pertanahan yang sarat masalah mafia tanah, aplikasi SMART diharapkan meminimalisir pungutan liar (pungli) dan praktik percaloan. Tapi, apakah aplikasi ini mampu melawan “kultur” birokrasi yang sudah lama berakar?
Antusias Peserta Vs Realitas di Lapangan
Acara peluncuran diwarnai demonstrasi penggunaan aplikasi. Para hadirin terlihat antusias mencoba fitur-fitur canggih yang ditawarkan. Namun, euforia itu kontras dengan kondisi dilapangan, dimana akses internet disejumlah desa di Langkat masih minim.
“Bagaimana mau pakai aplikasi kalau di desa kami sinyal saja susah. Kami lebih butuh perbaikan infrastruktur dasar,” ujar seorang kepala desa dari Kecamatan Bahorok.
Transformasi digital ini diklaim sebagai implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Namun sejarah panjang birokrasi di Langkat dipenuhi dengan kasus korupsi, pungli, hingga maladministrasi. Mantan Kepala Dinas Pendidikan yang divonis 18 bulan penjara dalam kasus suap PPPK tahun lalu menjadi contoh buramnya tata kelola pemerintahan.
Apakah ketiga aplikasi ini bisa memutus rantai korupsi struktural? Atau hanya akan menjadi aplikasi mati (dead apps) yang jarang digunakan seperti dibanyak daerah lain?
Para pengamat menyebut ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi Pemkab Langkat. Yakni, SDM dan Literasi Digital – Banyak perangkat desa belum familiar dengan sistem digital. Ketersediaan Infrastruktur Teknologi – Jaringan internet yang lemah dan perangkat keras terbatas akan menjadi batu sandungan. Dan Political Will – Tanpa komitmen kuat dari seluruh jajaran birokrasi, sistem digital hanya akan jadi etalase yang indah dipermukaan.
Bupati Syah Afandin dalam sambutannya menegaskan akan terus mendorong penguatan teknologi informasi sebagai pilar pelayanan publik:
“Semangat reformasi birokrasi dan digitalisasi pelayanan publik harus senantiasa kita tingkatkan agar keterbukaan informasi dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat,” katanya.
Namun, masyarakat menunggu bukti. Apakah program ini akan menjadi tonggak sejarah baru bagi Langkat? Ataukah hanya akan menambah daftar panjang program digitalisasi yang mandek di tengah jalan?
Langkah Pemkab Langkat patut diapresiasi sebagai inisiatif awal. Tapi tanpa evaluasi berkala, pengawasan publik, dan kesiapan lapangan, transformasi digital ini terancam jadi proyek pencitraan yang gagal menjawab persoalan mendasar pelayanan publik.
Langkat kini berada di persimpangan: maju dengan digitalisasi yang sungguh-sungguh atau kembali terjebak dalam pusaran birokrasi usang yang menggerogoti kepercayaan rakyat.(Misno Adi)