INformasinasional.com, MEDAN – Gelombang penyidikan kasus suap proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara kian bergejolak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI tampak tak main-main dalam membongkar jaringan gelap yang selama ini diduga mengendalikan proyek infrastruktur bernilai triliunan rupiah.
Setelah menjerat Kepala Dinas PUPR Sumut nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting, kini sorotan publik tertuju pada sosok yang selama ini disebut-sebut sebagai “operator lapangan” proyek, Deddy Rangkuti. Nama Deddy mencuat setelah dirinya ikut diperiksa KPK bersama 12 orang lainnya di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padangsidimpuan, Jumat (15/8/2025).
Deddy, Orang Dekat Bobby dan Topan
Meski berstatus wiraswasta, posisi Deddy Rangkuti dinilai sangat strategis. Seorang aktivis antikorupsi di Medan yang enggan disebut namanya menyebutkan, Deddy sudah lama dikenal sebagai figur dekat Topan Ginting dan Bobby Nasution. Bahkan sejak Bobby masih menjabat Wali Kota Medan, Deddy disebut-sebut kerap menjadi penghubung kontraktor dan pejabat teknis dalam urusan proyek infrastruktur.
“Nama Deddy Rangkuti sering muncul ketika ada proyek strategis di Medan pada masa Bobby menjabat wali kota. Ia dikenal dekat dan dipercaya menghandle beberapa pekerjaan besar,” ujar aktivis itu, Senin (18/8/2025).
Keterlibatan Deddy dalam jaringan proyek disebut bukan sekadar isu angin lalu. Dikalangan kontraktor, namanya santer sebagai “jembatan” bagi mereka yang ingin menggarap proyek besar. Kehadirannya di lingkaran saksi KPK memperkuat dugaan bahwa ada jejaring informal yang selama ini ikut mengatur pembagian kue proyek, baik di Pemko Medan maupun Pemprov Sumut.
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan, menilai pemanggilan Deddy Rangkuti adalah sinyal kuat bahwa KPK mulai masuk kelevel “orang dekat kepala daerah”.
“Kalau KPK berani menelisik peran orang-orang dekat kepala daerah, maka tabir besar praktik rente politik di Sumut akan terbuka. Selama ini publik melihat proyek infrastruktur hanya jadi bancakan elite dan kroninya,” tegas Sutrisno.
Menurutnya, KPK sudah memeriksa 42 saksi dan menetapkan 5 tersangka, termasuk Topan Obaja. Namun publik meyakini Topan hanyalah “pemain tengah”. Ada aktor besar yang mengatur aliran fee proyek, yang nilainya ditaksir 10-20 persen dari kontrak.
“Pertanyaannya, apakah Deddy hanya saksi biasa, atau justru pintu masuk untuk membuka keterhubungan langsung antara pejabat teknis dengan lingkaran politik di Sumut? Publik kini menunggu keberanian KPK mengurai jejaring sebenarnya,” tandas Sutrisno.
Sumber internal dikalangan kontraktor menyebutkan, pola permainan dalam proyek jalan di Sumut bukanlah hal baru. Selama bertahun-tahun, proyek strategis daerah kerap diduga diatur sedemikian rupa agar hanya menguntungkan segelintir kelompok.
“Fee proyek itu bukan cerita baru. Tapi selama ini sulit dibongkar karena ada perlindungan politik. Kalau KPK berani menyingkap, pasti akan ada kejutan besar,” ungkap seorang sumber yang enggan disebut namanya.
Dengan dipanggilnya Deddy Rangkuti, banyak pihak menilai penyidik KPK mulai menyasar “pintu masuk utama” kelingkaran kekuasaan. Sebab, Deddy dikenal memiliki jejaring lintas pejabat, kontraktor, hingga elit politik yang berpengaruh.
Kini, bola panas ada ditangan KPK. Publik bertanya: apakah penyidikan akan berhenti dilevel pejabat teknis seperti Topan Ginting, atau berani menelusuri aliran rente hingga lingkaran elite yang lebih tinggi?
Kasus ini diprediksi menjadi ujian besar bagi KPK. Jika berani membuka tabir penuh, maka kasus suap proyek jalan Sumut bisa menjadi skandal politik terbesar diera kepemimpinan Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumut.
“Semua pihak tahu, proyek infrastruktur di Sumut adalah ladang emas. Tapi siapa yang mengatur dan siapa yang mendapat bagian, itulah yang sedang diincar KPK. Kalau Deddy bicara jujur, jangan kaget bila ada nama-nama besar yang ikut terseret,” kata seorang pengamat politik di Medan.
Kini, masyarakat Sumut menanti: apakah KPK akan berani mengguncang meja kekuasaan, atau justru berhenti pada aktor-aktor kecil?(Sumber: MBD)