INformasinasional.com, LANGKAT – Aroma busuk kekuasaan kembali menyeruak dari Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Belum tuntas kasus dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan mangrove Suaka Margasatwa Karang Gading yang menyeret Kepala Desa Tapak Kuda, Imran SPdI alias Ucok, kini publik kembali dikejutkan dengan drama politik kotor ditingkat desa. Mutasi jabatan Sekdes yang penuh konflik kepentingan.
Dalam sidang Tipikor di Pengadilan Negeri Medan Kelas IA Khusus, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut Imran dengan hukuman 15 tahun penjara terkait alih fungsi lahan seluas 105 hektare yang merugikan negara hampir Rp1 triliun dan merusak ekosistem mangrove senilai Rp787 miliar. Namun, ditengah pusaran kasus besar itu, sang kades justru melakukan manuver politik dengan mengganti Sekretaris Desa.
Masyarakat Desa Tapak Kuda menilai langkah ini bukan sekadar “penyegaran organisasi”, melainkan aksi nepotisme terang-terangan.
Dalam rapat internal pada 24 Juni 2025, tanpa melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Imran memutasi Khairunnisa SPd, sosok yang dikenal jujur dan teliti, dari jabatan Sekretaris Desa menjadi Kasi Kesejahteraan. Posisinya kini digantikan Abd Rahmad, yang tak lain merupakan adik kandung Imran.
Rotasi ini semakin menimbulkan tanda tanya, terlebih karena dilakukan saat Imran tengah menghadapi tuntutan hukum berat. Publik mencium adanya motif pribadi dan kepentingan keluarga dibalik kebijakan ini.
“Ini jelas kongkalikong jabatan! Sekdes lama dikenal jujur, kok malah digeser. Lebih parah lagi, penggantinya adalah adik kandung terdakwa. Ini bukan soal jabatan, tapi soal integritas pemerintahan desa!” kata Ketua BPD Tapak Kuda, H Syaiful HSB, Jumat (22/8/2025)
Beredar luas di grup-grup WhatsApp, adanya surat rekomendasi bernomor 400.10.2.2-282/TP/2025 dari Camat Tanjung Pura, Tengku Reza Aditya SIP, yang mengizinkan mutasi tersebut. Namun, masyarakat mempertanyakan, apakah surat itu sah secara hukum, mengingat UU Desa No. 6 Tahun 2014 mengatur bahwa rotasi perangkat desa harus melalui mekanisme musyawarah bersama BPD?
Tak berhenti disitu. Surat Keputusan (SK) pengangkatan Abd Rahmad sebagai Sekdes baru ditandatangani langsung oleh Imran yang berstatus terdakwa korupsi, pada 17 Juli 2025. Mirisnya, Abd Rahmad hanya berpendidikan SMA.
Skandal Imran tidak berhenti pada kasus korupsi lahan mangrove dan mutasi jabatan. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa selain menjabat sebagai Kepala Desa Tapak Kuda, Imran juga merangkap sebagai kepala sekolah MTs Nurbahri di Desa Bubun. Dalam kapasitasnya sebagai guru, ia masih menerima Tunjangan Profesi Guru (TPG).
Artinya, publik melihat ada tumpang tindih jabatan, konflik kepentingan, hingga dugaan penyalahgunaan wewenang yang semakin memperburuk citra pemerintahan desa.
Kasus ini telah menjadi sorotan nasional. Pada 11 Agustus 2025, Majelis Hakim PN Medan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Imran, denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Putusan ini menegaskan bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukannya telah menimbulkan kerugian negara hampir Rp1 triliun.
Ketua BPD Tapak Kuda, H Syaiful HSB, menegaskan bahwa pihaknya telah menerima aspirasi warga dalam rapat musyawarah pada 15 Agustus 2025.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika terbukti ada pelanggaran prosedur dalam mutasi ini, kami siap merekomendasikan pembatalan ke Camat bahkan melaporkannya ke pihak Kejaksaan,” tegasnya.
Warga mendesak tiga tuntutan utama, yakni meninjau ulang keputusan mutasi. Mengembalikan jabatan Sekdes lama (Khairunnisa). Dan mengusut legalitas pengangkatan Abd Rahmad
Tokoh masyarakat Tapak Kuda, Jainuddin, menilai tindakan Imran sebagai bentuk abuse of power.
“Jabatan Sekdes bukan milik pribadi, ini amanah publik. Kalau mutasi dilakukan untuk kepentingan keluarga, itu pelanggaran serius,” katanya.
Sementara, seorang warga Tapak Kuda, Jamaluddin, menegaskan harapannya.
“Kami ingin desa ini dipimpin dengan hati nurani, bukan dengan kepentingan pribadi. Marwah desa harus dijaga!” pintanya.
Kasus Desa Tapak Kuda kini bukan lagi sekadar persoalan hukum korupsi lahan mangrove, tetapi telah melebar menjadi drama nepotisme, pelanggaran etika pemerintahan desa, hingga sorotan integritas aparatur desa. Sorotan nasional pun kian tajam. Publik menunggu: apakah pemerintah daerah, aparat hukum, dan pengawas desa berani bertindak tegas, atau justru membiarkan dinasti kecil bernama Tapak Kuda melanggengkan kekuasaan?
(Laporan: Ramlan)