INformasinasional.com, LANGKAT – Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Langkat, Amril SSos MAP, resmi melaporkan Ahmad Zulfahmi Fikri (AZF) ke Polres Langkat atas dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik. Namun, langkah itu justru dibalas dengan serangan balik, AZF melaporkan balik Sekda dan istrinya ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) terkait dugaan penyimpangan anggaran.
Kasus ini bukan sekadar perseteruan pribadi, melainkan bisa menjadi pintu masuk terbongkarnya praktik korupsi, nepotisme, dan permainan anggaran ditubuh Pemkab Langkat.
Laporan pertama mencuat dari pihak Sekda Langkat, Amril. Melalui kuasa hukumnya, ia menuding Ahmad Zulfahmi Fikri melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik di Perumahan Griya Amira, Jalan Letjen R Soeprapto, Kelurahan Kwala Bingai, Kecamatan Stabat.
Kapolres Langkat, AKBP David Triyo Prasojo, melalui Kasat Reskrim, AKP Pandu HW Batubara, mengonfirmasi laporan tersebut.
“Laporan pengaduan itu terkait tindak pidana ITE dengan muatan pencemaran nama baik. Kita sedang melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 3 jo pasal 45 ayat 1 UU ITE,” jelas Pandu.
Tidak tinggal diam, AZF yang juga dikenal sebagai Ketua DPD Mahasiswa Pancasila Kabupaten Langkat, melaporkan Sekda Langkat beserta istrinya yang menjabat sebagai Kepala Bappeda ke Kejagung RI.

Dalam laporannya, AZF menuding pasangan pejabat suami istri itu memanfaatkan jabatan strategis mereka di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk meloloskan program yang diduga sarat penyimpangan
“Posisi Sekda dan istrinya sebagai Kepala Bappeda sekaligus TAPD sangat rawan konflik kepentingan. Kami menduga ada persekongkolan yang membuat anggaran proyek SMARTboard lolos tanpa mekanisme yang transparan,” ungkap AZF, Selasa (19/8/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan laporan itu sudah disertai bukti awal berupa dugaan mark up anggaran dan manipulasi proses pengadaan.
AZF menyebut kasus ini bukan hanya soal dugaan korupsi, tetapi juga praktik nepotisme yang mencolok.
“Pasangan suami istri duduk dijabatan kunci TAPD jelas bertentangan dengan prinsip good governance. Dampaknya, kebijakan anggaran daerah menjadi tidak sehat dan sarat kepentingan pribadi,” katanya.
Ia mendesak agar Kejagung segera memprioritaskan laporan ini sebagai bagian dari komitmen pemberantasan korupsi.
Perseteruan ini kini menjadi bola panas di Kabupaten Langkat. Disatu sisi, Sekda menempuh jalur hukum untuk menjaga nama baiknya. Disisi lain, laporan balik AZF membuka potensi skandal besar terkait dugaan korupsi dan nepotisme.
Apakah laporan Sekda hanya akan berakhir pada jeratan pasal pencemaran nama baik, atau justru menjadi pintu masuk aparat hukum untuk menguliti praktik penyalahgunaan kekuasaan ditubuh Pemkab Langkat.
Satu hal yang jelas, drama “perang laporan” ini bukan lagi sekadar konflik pribadi, melainkan bisa menjadi titik balik bagi transparansi, akuntabilitas, dan integritas pemerintahan di Langkat.(Red)