INformasinasional.com, LANGKAT – Ditengah gembar-gembor negeri kaya sumber daya, ada kisah getir seorang rakyat kecil yang merobek hati nurani. Sagiman (65), warga Lingkungan IV Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Padang Tualang, harus merelakan satu kakinya diamputasi akibat penyakit diabetes yang telah menghantuinya selama sepuluh tahun terakhir.
Kini, pria renta itu hanya bisa pasrah, hidup menggantung pada penghasilan sang istri yang sehari-hari berjualan gorengan disudut kampung. Sementara dirinya, dengan satu kaki tersisa, tak lagi sanggup mencari nafkah.
“Sejak sepuluh tahun lalu saya harus rela kaki kanan dipotong karena sudah membusuk. Nggak ada pilihan lain, dokter bilang harus diamputasi. Mau gimana lagi,” kata Sagiman dengan mata berkaca, mengenang detik-detik kehilangan bagian tubuhnya.
Namun dibalik kepasrahan itu, terselip sebuah harapan yang sederhana tapi menusuk sanubari. Ia hanya ingin memiliki kaki palsu, agar bisa kembali rutin menunaikan salat berjamaah di masjid.
“Untuk makan sehari-hari saja sudah sulit, apalagi untuk beli kaki palsu. Kalau ada dermawan yang mau bantu, biarlah sisa hidup saya bisa saya isi dengan sholat berjamaah dimasjid,” lirih Sagiman
Harta benda yang dahulu dimilikinya sudah habis terjual demi bertahan hidup. Kini, ia benar-benar bergantung pada belas kasih. Bukan untuk rumah mewah, bukan untuk kendaraan, bahkan bukan pula untuk uang berlimpah, tetapi hanya sepasang kaki palsu.
Lurah Tanjung Selamat, Hanifah, saat dikonfirmasi mengakui kondisi warganya tersebut. “Ya, kami mengetahui keadaan Pak Sagiman. Bantuan untuk keluarga beliau sudah kita masukkan kebeberapa program. Namun memang untuk kebutuhan khusus seperti kaki palsu, masih terbatas,” ujarnya.
Sayangnya, janji program pemerintah kerap terdengar manis, tapi penderitaan rakyat kecil seperti Sagiman terus saja berjalan tanpa kepastian.
Kisah Sagiman adalah cermin telanjang betapa masih banyak rakyat dipelosok negeri yang hidup dalam derita. Ditengah gegap gempita jargon pembangunan dan kemakmuran, seorang warga hanya bisa menanti uluran tangan demi sepasang kaki palsu. Sesuatu yang seharusnya sangat mudah diwujudkan oleh negara sebesar Indonesia.
“Negeri yang katanya kaya raya ini, masih menyisakan derita rakyat disudut-sudut kampung. Ada yang hanya ingin kaki palsu supaya bisa ke masjid, tapi tak mampu membelinya,” kata seorang warga dengan nada getir.
Kini, penantian Sagiman kian panjang. Entah datang dari pemerintah, entah dari dermawan, ia hanya berharap sebelum ajal menjemput, bisa kembali melangkahkan kaki, meski hanya dengan kaki palsu menuju rumah Allah.
Akankah negeri ini kembali menutup mata, ataukah ada hati yang terketuk untuk meringankan derita Sagiman?
Wallahu A’lam Bishawab.
(Zaid Lubis)
Discussion about this post