INformasinasional.com, LANGKAT – Deru gergaji mesin dan raungan alat berat backhu/escavator memecah hening hutan Leuser. Satu persatu batang sawit berusia belasan tahun tumbang, seolah menjadi saksi bisu betapa rakusnya tangan manusia merampok paru-paru dunia. Selama sembilan hari, 1–10 September 2025, tim gabungan Kementerian Kehutanan, TNI, Polri, pemerintah daerah, hingga masyarakat, membabat habis 360 hektare kebun sawit ilegal yang mencaplok kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Langkat, Sumatera Utara, dan Aceh Tamiang.
“Kegiatan ini bagian dari upaya mengembalikan fungsi hutan TNGL,” ujar Subhan, Kepala Balai Besar TNGL, Sabtu, 6 September 2025.
Pemusnahan itu menyapu kebun yang usianya tak main-main, ada yang baru dua tahun, ada pula yang sudah 12 tahun menancap akarnya. Tak tanggung-tanggung, dua perusahaan ikut tercatat sebagai pelanggar. PT SSR menguasai 0,63 hektare, sementara PT AS 18,69 hektare. Keduanya akhirnya menyerahkan kembali lahan rampasannya kepada negara. Namun sebagian besar area dikuasai masyarakat, yang juga menyerahkan lahannya lebih dulu pada April 2025.
Data resmi menunjukkan, di Langkat, sawit ilegal tersebar di Bahorok (10 hektare) dan Batang Serangan (30 hektare). Sementara di Aceh Tamiang, tepatnya di Tenggulun, kebun sawit menyebar paling luas, yakni 319,32 hektare. Ironisnya, wilayah itu merupakan jantung habitat satwa liar yang kini makin terdesak oleh perambahan.
“Sejak dulu TNGL jadi sasaran empuk perambah. Kali ini kita tunjukkan negara hadir,” tegas Rudianto Saragih Napitupuluh Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kemenhut RI. Ia menyebut operasi gabungan di Tenggulun dan Langkat bukan kali ini saja. “Enam kali operasi illegal logging dan satu kali operasi pemulihan sudah digelar.” katanya.
Tak berhenti pada pemusnahan, TNGL juga melakukan restorasi ekosistem. Bekas kebun sawit akan ditanami tanaman pakan satwa liar hingga pagar batas kawasan. Sedikitnya 59,32 hektare area kini masuk program rehabilitasi. Langkah ini menjadi jawaban atas ancaman hilangnya fungsi ekologis Leuser, yang dikenal sebagai salah satu hutan tropis paling kaya didunia.
Subhan menegaskan, rehabilitasi bukan sekadar menanam ulang pohon. “Kami mengembalikan rumah bagi satwa yang terusir, mulai dari gajah, harimau, hingga orangutan.”
Namun, membersihkan sawit ilegal hanyalah separuh pertempuran. Dibalik 360 hektare yang dimusnahkan, masih ada potensi perambahan yang membayang. Jejak perusakan TNGL sudah berlangsung puluhan tahun, melibatkan perusahaan, mafia tanah, hingga masyarakat yang terdesak ekonomi.
Deru mesin pemusnah sawit memang menandai kemenangan kecil. Tapi, di Leuser yang megah, pertarungan melawan kerakusan manusia masih jauh dari kata selesai.(Misno)
