INformasinasional.com, Jakarta – Ini hari Kamis, 11 September 2025, langkah para pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menuju gedung Kementerian Hukum dan HAM terasa lebih berat dari biasanya. Bukan sekadar pertemuan formal, tapi momentum yang menentukan arah masa depan organisasi wartawan tertua dinegeri ini.
Diruang kerja Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, sebuah tanda tangan lahir. Tidak hanya tinta di atas kertas, melainkan sinyal kebangkitan bagi PWI yang sempat terhambat langkahnya selama lebih dari setahun. Dengan disposisi yang diteken langsung, blokir administrasi legalitas PWI resmi dicabut.
“Pak Menteri sudah menandatangani disposisi pembukaan blokir sistem administrasi pendaftaran pengurus PWI hasil Kongres Persatuan 2025,” ujar Akhmad Munir, Ketua Umum PWI terpilih, dengan nada lega usai pertemuan.
Keputusan itu bagai cahaya diujung lorong panjang. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, PWI sempat diguncang dualisme kepemimpinan. Kongres di Cikarang pada 30 Agustus 2025 lalu menjadi titik balik, saat Munir mengantongi mandat sah untuk memimpin PWI periode 2025–2030. Namun, legitimasi organisasi tetap tertahan dimeja birokrasi hingga disposisi itu akhirnya keluar.
Munir memahami, pekerjaan rumah pertama dan paling mendesak adalah merapikan legalitas. Tanpa pengakuan resmi negara, organisasi wartawan yang lahir sejak era revolusi kemerdekaan itu tak bisa melangkah jauh. “Agar segera dapat bekerja, hal utama yang harus dibereskan adalah legalitas. Administrasi Hukum Umum (AHU) menjadi bukti bahwa negara hadir mengakui PWI sebagai organisasi profesi wartawan,” tegasnya.
Langkah cepat Menkumham membuka blokir disambut gembira oleh jajaran pengurus PWI Pusat. Dimata mereka, pengakuan negara bukan hanya soal surat dan stempel, melainkan modal besar untuk menyatukan kembali tubuh organisasi yang sempat retak. Dari sinilah, PWI diharapkan dapat bangkit sebagai garda depan kebebasan pers nasional, menjaga marwah wartawan, dan memperkuat peran jurnalisme ditengah derasnya arus disinformasi.
“Momentum ini kami harap menjadi pintu masuk kebangkitan PWI. Kami ingin seluruh elemen kembali dalam satu barisan,” kata Munir.
Bagi insan pers, keputusan Supratman Andi Agtas bukan sekadar tindakan administratif, melainkan sebuah isyarat politik yang halus: negara mengulurkan tangan untuk meneguhkan kembali fondasi rumah besar wartawan Indonesia.
Kini, jalan terbuka. Tantangan memang belum reda. Tetapi bagi PWI di bawah kepemimpinan Akhmad Munir, pintu sejarah baru telah diketuk dan jawaban pertama datang dari sebuah tanda tangan.(Misno)