INformasinasional.com, LANGKAT – Aroma keresahan sedang menebal di Kabupaten Langkat. Ribuan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu, yang semestinya bernafas lega setelah perjuangan panjangnya, kini justru dibuat gelisah oleh selembar surat. Sebuah surat edaran Dinas Kesehatan Langkat yang seolah menelikung aturan resmi Bupati sendiri.
Awalnya, jalan mereka cukup terang. Dalam Surat Edaran (SE) Bupati Langkat Nomor: 800.1.13.2/10/BKD/2025 tertanggal 10 September 2025, jelas tercantum bahwa Surat Keterangan Sehat dapat diperoleh dari dokter di unit pelayanan kesehatan milik Pemkab Langkat, Puskesmas, RSUD Tanjung Pura, hingga Labkesda. Artinya, mereka yang baru saja lolos seleksi administrasi PPPK paruh waktu bisa memilih jalur yang paling mudah, bahkan gratis, untuk mengurus kelengkapan pemberkasan.
Namun sehari berselang, sebuah surat edaran baru dari Dinas Kesehatan bernomor 800-16/DINKES/2025 muncul dan mengunci pintu kebebasan itu. Surat tertanggal 11 September 2025 tersebut meminta kepala Puskesmas diseluruh Langkat untuk mengarahkan pemeriksaan kesehatan hanya ke Labkesda dan RSUD Tanjung Pura. Imbasnya, para PPPK paruh waktu terpaksa harus merogoh kocek Rp70–75 ribu untuk biaya pemeriksaan. Padahal di Puskesmas, pelayanan itu gratis.
Paling menyulitkan dan tak terkejar waktu, pengurusan surat sehat itu hanya tinggal satu hari besok, yakni Jumat 12 September 2025. Sedangkan Sabtu dan Minggu (13 – 14/2025) libur. Berkas persyaratan administrasi harus selesai terupdate Senin 15 September 2025. Sementara peserta yang mau membuat surat sehat dari 23 kecamatan yang ada di Langkat harus menempuh jarak hingga 70 – 90 an KM dari kampung mereka ke RSUD Tanjung Pura atau ke Stabat. Seperti dari kecamatan Pematang Jaya maupun dari kecamatan Bahorok.
Instruksi ini sontak dinilai publik sebagai upaya “mengangkangi” perintah Bupati. Selembar kertas, yang seharusnya menjadi pedoman pelayanan, malah menjadi bara yang memantik api keresahan. Desas-desus gelombang aksi unjuk rasa mulai terdengar, seolah detak amarah sedang dihitung mundur.

Bupati Langkat, H Syah Afandin, tidak tinggal diam. Dengan suara tegas, ia memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan mencabut surat yang dinilai memberatkan tenaga honorer yang baru naik kelas itu.
“Saya segera instruksikan Kadis mencabut surat itu, agar mereka (PPPK Paruh Waktu) bisa tes kesehatan di Puskesmas. Mereka sudah lelah berjuang, jangan dipersulit lagi,” kata Afandin, Kamis (11/9/2025).
Pernyataan Bupati itu menjadi tamparan telak bagi jajaran Dinkes. Bukan hanya karena kebijakan yang menyalahi arah instruksi pimpinan daerah, melainkan juga karena menimbulkan aroma dugaan kepentingan dibalik tarif pemeriksaan. Publik bertanya-tanya: siapa yang diuntungkan dari “penggiringan” pemeriksaan ke RSUD dan Labkesda itu?
Gelombang isu ini kian membesar, menambah daftar panjang kegaduhan birokrasi di Langkat. Dalam sepekan terakhir, kabar dugaan korupsi pengadaan smart board senilai Rp 49,9 miliar sudah lebih dulu mencoreng wajah pemerintahan daerah. Kini, keresahan PPPK paruh waktu seakan menjadi bara tambahan dalam tungku panas politik dan birokrasi Langkat.
Jika tak segera dituntaskan, persoalan ini bukan sekadar soal surat keterangan sehat. Ia bisa menjelma menjadi simbol perlawanan ribuan pegawai baru terhadap sebuah sistem yang mereka nilai kerap menindas disaat seharusnya memberi jalan.
Langkat sedang menunggu apakah instruksi Bupati benar-benar akan dijalankan, atau justru surat edaran Dinkes tetap dijaga sebagai benteng kepentingan segelintir pihak? (Misno)