INformasinasional.com, Langkat – Bara politik desa Tapak Kuda kian memanas. Kepala Desa Tapak Kuda, Imran, S.Pd.I alias Ucok, dituding mengangkangi rekomendasi resmi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Langkat terkait pembatalan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Sekretaris Desa (Sekdes). Langkah keras sang kades itu memicu desakan terbuka dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat agar struktur perangkat desa segera dipulihkan ke posisi semula.
“Surat rekomendasi pembatalan SK sudah di tangan kepala desa, tapi sampai sekarang tidak ditindaklanjuti. Ini berbahaya bagi kepastian hukum dan stabilitas desa,” ujar Syaiful, Ketua BPD Tapak Kuda, Senin (15/9/2025).
Sumber kecamatan Tanjung Pura membenarkan hal itu. Kasi Pemerintahan setempat memastikan bahwa dokumen pembatalan sudah disampaikan secara resmi. Artinya, tidak ada alasan hukum bagi kepala desa untuk menunda eksekusi.
Namun Imran memilih jalan berbeda. Ia tetap mempertahankan Sekdes barunya yang disebut-sebut punya hubungan keluarga langsung dengannya. Keputusan sepihak ini dianggap sebagai bentuk abuse of power yang merusak tatanan pemerintahan desa.
BPD pun menuding Imran tengah bermain api. “Ini bukan hanya soal jabatan, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Kalau kepala desa berkeras melawan aturan, ke depan siapa yang akan percaya lagi?” ujar salah satu anggota BPD dengan nada geram.
Kontroversi ini makin panas karena sosok Imran sendiri bukan orang yang bersih. Ia tengah menjalani vonis 10 tahun penjara dari Pengadilan Negeri Medan dalam perkara korupsi alih fungsi lahan mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading (Nomor perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn). Imran juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Meski pengadilan menilai ia tak menikmati hasil korupsi secara langsung, publik Tapak Kuda sudah telanjur menaruh curiga. Apalagi, belakangan Imran kerap menggelar aksi pencitraan. Ia disebut-sebut menggandeng PT Energi Mega Persada (EMP) dalam kegiatan penanaman mangrove, seolah dirinya peduli pada lingkungan, padahal justru namanya tercatat sebagai perusak hutan itu sendiri.
“Dia berkampanye menanam mangrove, padahal sebelumnya ikut merusak. Ini kemunafikan terang-benderang,” tegas seorang anggota BPD Tapak Kuda.
PT EMP sendiri buru-buru angkat tangan. Dika, karyawan perusahaan, menegaskan pihaknya sama sekali tidak tahu menahu terkait manuver sang kepala desa. “Kami minta maaf pada masyarakat Tapak Kuda atas kegaduhan ini,” katanya.
Kini bola panas ada di tangan Imran. Publik menanti, apakah ia akan tunduk pada rekomendasi resmi PMD dan camat, atau justru terus menantang arus. Jika tetap keras kepala, bukan tak mungkin konflik Tapak Kuda akan menjalar lebih jauh, membuka borok kepemimpinan seorang kepala desa yang sudah lebih dulu tercoreng skandal korupsi.
“Desa ini bukan milik pribadi kepala desa. Kalau SK tidak segera dibatalkan, Tapak Kuda bisa jatuh dalam krisis legitimasi,” ujar seorang warga di kantor camat Tanjung Pura.
Sementara itu, desakan BPD dan masyarakat terus menguat. Mereka menuntut pembatalan SK Sekdes segera dilakukan demi mengembalikan integritas, stabilitas, dan kewibawaan pemerintahan desa.
Reporter: Ramlan