INformasinasional.com, Labuhanbatu —
Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu tengah diterpa sorotan tajam. Ironisnya, bukan soal sengketa tanah masyarakat yang kerap memanas, melainkan dugaan bahwa pemerintah daerah sendiri justru berada dikursi pesakitan, mencaplok lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Tudingan itu dilontarkan Ketua Dewan Pembina Pusat LSM Gerakan Aliansi Rakyat Indonesia (GARI), Akhmat Saipul Sirait, Senin (6/10/2025) di Rantauprapat.
“Bagaimana mungkin Pemkab bisa menyelesaikan konflik pertanahan dengan masyarakat, kalau rumah dinas bupati sendiri berdiri diatas tanah yang masih tercatat milik PT KAI? Ini soal moral dan legalitas,” tegas Saipul.
Pantauan lapangan kian mempertegas tudingan itu. Didepan kompleks rumah dinas Bupati Labuhanbatu di Jalan WR Supratman, Rantauprapat, terpampang plang sosialisasi milik PT KAI. Meski berkarat, tulisan pada papan itu masih jelas: larangan mendirikan bangunan diatas aset yang terdaftar dengan Nomor Register 2448/6, tanpa izin resmi perusahaan pelat merah tersebut.
Tak hanya itu, patok milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga berdiri dititik yang sama. Penanda itu menegaskan lahan tersebut terdaftar atas nama PT KAI, bukan Pemkab Labuhanbatu.
“Ini bukan sekadar salah koordinasi administratif, tapi indikasi pelanggaran hukum. Kalau benar digunakan tanpa izin, maka dapat dikategorikan sebagai penyerobotan tanah negara sesuai Pasal 385 KUHP dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,” ujar Saipul.
Saipul mendesak aparat hukum, mulai dari Kejaksaan Negeri Rantauprapat hingga BPN, untuk segera turun tangan. “Kalau ini dibiarkan, bukan hanya preseden buruk, tapi juga melemahkan wibawa pemerintah. Pemkab seharusnya jadi teladan, bukan pelanggar,” katanya.
Menurutnya, publik berhak tahu kebenaran soal status tanah pendopo bupati. Sebab, diamnya pemerintah justru memicu kecurigaan: apakah Pemkab sengaja menutup-nutupi, atau sekadar mengulur waktu?
Upaya wartawan mencari klarifikasi justru berujung buntu. Bupati Labuhanbatu, Maya Hasmita, gagal ditemui dikantornya. Ajudan sang bupati bahkan mengarahkan wartawan ke Sekretaris Daerah.
“Tolong konfirmasi ke Sekda. Ibu mungkin belum paham soal itu,” kata seorang provost Kodim 0209/LB.
Ironisnya, Kepala Dinas Pertanahan Labuhanbatu, Bonaran Tambunan, juga memilih melempar tanggung jawab ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Namun, Kabid Aset Tahanuddin yang disebut-sebut mengetahui persoalan ini, tak juga bisa ditemui. Alasannya klasik: sedang rapat.
Sikap saling lempar ini menambah aroma tak sedap. Alih-alih transparansi, publik justru disuguhi drama “petak umpet” pejabat daerah.
Kini, bola panas berada ditangan aparat penegak hukum dan lembaga pertanahan. Masyarakat menunggu, apakah kasus dugaan penyerobotan aset BUMN oleh pemerintah daerah akan diusut tuntas, atau justru dilenyapkan dibalik meja birokrasi.
“Kalau Pemkab sendiri berani menginjak hukum, bagaimana rakyat bisa percaya bahwa hukum ditegakkan dengan adil di Labuhanbatu?” tutup Saipul.(FDH)
Discussion about this post