INformasinasional.com*
DIHALAMAN Rumah Dinas Bupati Langkat, Sabtu 18 Oktober 2025,
suasana tak biasa. Ratusan kursi tersusun rapi, spanduk besar bertuliskan “Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) dan World Egg Day 2025” berkibar gagah.
Diatas panggung, H Syah Afandin SH, sak Pemimpin Pemerintahan di Kabupaten Langkat berdiri tenang. Senyum tipisnya mengisyaratkan sesuatu yang lebih dari sekadar seremoni, hari itu, Langkat resmi menegaskan diri sebagai poros ketahanan pangan Sumatera Utara.
Langkat, kabupaten dipesisir utara Sumatera yang dulu jarang disebut dalam percakapan nasional, kini menjadi perbincangan hangat. Bukan karena isu politik atau tambang, tapi karena ayam dan telur, dua komoditas yang dulu dianggap remeh, kini jadi simbol kedaulatan pangan.
Sabtu itu, halaman Jentera Malay rumah dinas bercat putih dipenuhi aroma kopi, wangi tanah basah, dan suara langkah cepat para tamu undangan. Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI Dr Ir Afriansyah Noor MSi IPU, tiba mengenakan kemeja putih.

“Langkat ini punya energi yang tak ditemukan ditempat lain,” katanya, membuka pelatihan Tailor Made Training (TMT) sektor perunggasan. “Potensi besar, pemimpin yang serius, dan masyarakat yang mau bekerja keras. Ini fondasi ketahanan pangan sejati.”
Dihadapannya, 160 peserta dari berbagai kabupaten dan kota duduk tegak, menyimak. Mereka datang untuk belajar tentang manajemen kandang, produksi telur modern, hingga strategi pasar. Bukan sekadar pelatihan, tapi transfer pengetahuan menuju industrialisasi peternakan rakyat.
Syah Afandin berdiri disamping Wamen, matanya menyapu peserta satu per satu.
“Kami ingin Langkat tidak sekadar penghasil ayam dan telur,” katanya, suaranya tenang tapi tegas. “Kami ingin melahirkan pengusaha baru, anak-anak muda yang berani beternak, berani mandiri, dan bisa memberi makan negeri.”
Diruangan itu, setiap kata terasa bergetar. Bupati yang dikenal lugas itu bukan sedang beretorika. Ia berbicara dari pengalaman, dari lapangan, dari sawah dan kandang.
Telur, Gizi, dan Kegembiraan di Alun-Alun
Minggu pagi 19 Oktober 2025, giliran Alun-Alun Tengku Amir Hamzah Stabat menjadi panggung rakyat. Sejak fajar, ribuan orang sudah berdatangan. Anak-anak berseragam olahraga, ibu-ibu membawa payung warna-warni, bapak-bapak menenteng tas belanja kain.

Gerak jalan santai dimulai. Sekda Langkat, Amril SSos MAP berdiri diatas panggung, mengangkat bendera start.
“Mari kita sehat bersama, dan makan telur setiap hari!” serunya, disambut sorak peserta.
Tak lama, ribuan butir telur dibagikan gratis. Anak-anak menggigit telur rebus sambil tertawa, aroma khasnya bercampur dengan semangat pagi. Disisi lapangan, bazar UMKM menggeliat. Meja-meja penuh dengan beras murah, sayur segar, hingga keripik telur asin produksi warga setempat.
Diantara keramaian, Ny Endang Kurniasih Syah Afandin, Ketua TP PKK Langkat, berjalan anggun meninjau lomba menghias tumpeng. Dihadapannya, karya ibu-ibu dari pelosok desa memamerkan kreativitas tumpeng berbentuk ayam jago, dihias cabai merah dan daun pandan.
“Luar biasa. Ini bukan lomba biasa, tapi ruang bagi ibu-ibu menunjukkan kecintaan pada pangan lokal,” katanya lembut.
Lalu ia tersenyum, menyeka peluh dikening peserta. Suasana terasa hangat, akrab, dan membumi.
Dipanggung hiburan, lagu daerah mengalun, diselingi tari kreasi dan lomba mewarnai anak-anak. Tak ada yang terburu-buru. Seolah hari itu milik Langkat seluruhnya.
Bahri dan Barisan Peternak Langkat
Dari sisi lapangan, seorang lelaki berkemeja putih berdiri dengan tangan terlipat. M Bahri, Ketua PINSAR Sumut, tak bisa menyembunyikan rasa bangganya.
“Langkat bukan cuma jadi tuan rumah,” katanya pelan. “Pemkab-nya turun tangan, bukan diatas kertas, tapi dikandang, dilapangan. Ini yang membedakan Langkat dari daerah lain.”
Ucapan Bahri bukan basa-basi. Di Sumatera Utara, Langkat memang dikenal sebagai sentra ayam ras petelur dan pedaging. Produksinya menopang kebutuhan protein hewani untuk wilayah Medan, Binjai, hingga Aceh Timur. Tapi baru diera Syah Afandin, sektor ini mendapat perhatian khusus, terstruktur, berkelanjutan, dan berwawasan ekonomi rakyat.
“Bupati Syah Afandin itu bukan hanya mendukung, tapi memahami,” lanjut Bahri. “Dia tahu harga pakan, tahu kapan peternak rugi, tahu kapan telur melimpah. Itu pemimpin yang langka.”
Sebuah Janji dari Langkat
Menjelang sore, dipenghujung acara, Syah Afandin kembali naik kepanggung. Angin sore berembus lembut, membawa aroma telur goreng dari stan bazar diseberang alun-alun.
Bupati itu menatap ribuan warga dihadapannya. “Ketahanan pangan bukan hanya soal makan,” katanya, suaranya menggema di pengeras suara. “Ini soal kesejahteraan, kemandirian, dan masa depan. Langkat siap menjadi penopang protein hewani Indonesia.”
Kalimat itu disambut tepuk tangan panjang. Beberapa peternak berteriak “Hidup Langkat!” sambil melambaikan topi jerami mereka.
Dilangit, matahari perlahan turun dibalik menara alun-alun, meninggalkan cahaya oranye yang lembut. Dibawahnya, Langkat berdiri tegak, tak lagi sekadar kabupaten kecil dipeta Sumatera Utara, tapi simbol kebangkitan pangan bangsa.

Dari Telur ke Martabat Bangsa
Malam itu, jalanan Stabat masih ramai. Anak-anak menjinjing balon, pedagang menutup lapak, dan para peternak pulang dengan wajah berbinar. Bagi mereka, perayaan ini bukan sekadar festival, tapi pengakuan. Bahwa kerja keras dikandang, pagi dan petang, akhirnya dihargai.
Syah Afandin, dikediamannya yang sederhana, menutup harinya dengan secangkir kopi. Diteras, suara jangkrik bersahutan. Ia tersenyum.
“Telur itu kecil,” katanya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Tapi dari situlah bangsa ini bisa berdiri kuat.”
Langkat kini bukan hanya tempat ayam berkokok, tapi tempat harapan bertelur,tentang pangan, tentang martabat, tentang masa depan Indonesia.(INformasinasional.com/Misno)
Discussion about this post