INformasinasional.com, Jakarta – Keputusan tegas pemerintah Indonesia menolak pesenam Israel berujung badai diplomasi olahraga dunia. IOC pun menutup pintu untuk Olimpiade di Tanah Air.
Langkah politik Indonesia menolak kehadiran atlet Israel diajang Gymnastic World Championship berbalik tajam. Komite Olimpiade Internasional (IOC) resmi menjatuhkan “sanksi dingin”: Indonesia dilarang jadi tuan rumah olahraga internasional, termasuk Olimpiade, Youth Olympic Games, hingga konferensi olahraga dunia.
Kebijakan keras ini muncul setelah pemerintah menolak memberikan visa kepada tim Israel, menyusul serangan brutal militer negara itu ke Gaza. Sikap politik luar negeri Indonesia yang menegaskan dukungan terhadap Palestina kini menimbulkan konsekuensi global didunia olahraga.
Dalam pertemuan dewan eksekutifnya pekan ini, IOC menyatakan menghentikan seluruh bentuk dialog dengan Komite Olimpiade Nasional Indonesia (KOI). Dalam bahasa diplomatik IOC, keputusan itu berarti “pintu tertutup” bagi Indonesia untuk menyelenggarakan ajang olahraga dunia dimasa depan.
“Kami memutuskan untuk mengakhiri segala bentuk komunikasi dengan KOI terkait penyelenggaraan Olimpiade, Olimpiade Remaja, acara, maupun konferensi Olimpiade,” tulis IOC dalam pernyataannya.
Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir tak menampik keputusan IOC tersebut. Namun, ia menegaskan langkah pemerintah bukan tanpa dasar.
“Pemerintah memahami keputusan IOC. Tapi kami juga memiliki tanggung jawab menjaga keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik dalam setiap event internasional,” ujar Erick, dikutip dari situs resmi Kemenpora RI.
Ia memastikan Indonesia tetap berkomitmen membangun kekuatan olahraga nasional. “Kami terus menyiapkan blueprint pembangunan olahraga, memperkuat 17 cabang olahraga unggulan, dan membangun pusat latihan nasional,” katanya.
Keputusan IOC ini mengingatkan publik pada drama serupa tahun lalu, ketika Indonesia kehilangan status tuan rumah Piala Dunia U-20 FIFA setelah menolak kehadiran tim Israel. Kini, badai politik olahraga itu kembali menghantam, kali ini dari lembaga tertinggi olahraga dunia.
Jika tak segera ada jalan diplomasi, Indonesia bisa terisolasi dari peta penyelenggaraan olahraga global. Padahal, ditengah semangat reformasi dan pembangunan fasilitas olahraga nasional, kesempatan menggelar ajang dunia dianggap sebagai loncatan prestise internasional.
Kasus ini sekali lagi menyoroti betapa tipisnya batas antara politik dan olahraga. Bagi Indonesia, penolakan terhadap atlet Israel adalah ekspresi solidaritas kemanusiaan dan politik luar negeri bebas aktif. Namun bagi IOC, langkah itu melanggar prinsip netralitas olahraga internasional.
Kini, Indonesia berada dipersimpangan, tetap berpegang pada prinsip politik luar negeri, atau menempuh jalur kompromi diplomatik agar tak semakin tersisih dari panggung olahraga dunia.
Sementara itu, dunia menunggu apakah Jakarta akan melunak, atau justru berdiri tegak dengan risiko dikucilkan dari gelanggang global.(misn’t)
Discussion about this post