INformasinasional.com, LANGKAT — Drama pemerasan berkedok aksi demonstrasi akhirnya terbongkar. Dua pemuda yang mengaku-ngaku sebagai aktivis mahasiswa, DFN (23) dan RDM (24)digelandang ke Mapolres Langkat setelah diduga menjadikan ancaman aksi massa sebagai alat menekan dan memeras warga. Modus keduanya sederhana namun berbahaya, menjual “nama gerakan”, mengancam turun kejalan, dan mematok tarif belasan juta rupiah agar aksi batal digelar.
Aksi kedua oknum ini terendus Satuan Reserse Kriminal Polres Langkat yang merespons cepat laporan seorang warga Stabat, Langkat. Kepada polisi, pelapor mengaku diteror melalui pesan WhatsApp oleh DFN yang memakai atribut aliansi mahasiswa PMD-SU. Ancaman itu jelas, jika permintaan Rp15 juta tak dipenuhi, massa akan digiring untuk menyerbu Mapolres Langkat dengan isu galian C milik pelapor.
Terdesak oleh tekanan dan ancaman reputasi, pelapor menyetujui negosiasi. Pertemuan digelar disebuah kafe di Stabat. DFN, dengan percaya diri penuh, kembali mengultimatum: uang harus turun, aksi akan batal. Tekanan itu berlanjut pada Kamis malam, 13 November 2025, di Uncle Kuphi, Jalan Jenderal Sudirman. Disana, ditengah lalu-lalang pengunjung, Rp10 juta berpindah tangan, sebelum akhirnya mereka tak sadar bahwa polisi sudah membidik gerak-gerik mereka.
Tim Opsnal Pidum Sat Reskrim langsung bergerak. Dalam hitungan menit, DFN diciduk lengkap dengan uang hasil pemerasan. Dari interogasi cepat, satu nama lain muncul: RDM. Tak butuh waktu panjang, polisi mengembangkan penyelidikan dan menangkap RDM dilokasi terpisah.
Barang bukti yang disita menunjukkan betapa rapi skenario keduanya dirancang: uang tunai Rp10 juta, satu Samsung Galaxy A22, dan satu iPhone 13, diduga perangkat komunikasi yang digunakan untuk merancang teror digital kepada korban.
Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP Ghulam Yanuar Lutfi, menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini adalah bukti komitmen kepolisian dalam memutus ruang gerak pemerasan berkedok aktivisme.
“Setiap tindakan kami berdasarkan laporan korban, analisa fakta, dan mekanisme penyidikan sesuai SOP. Ini bukan sekadar penindakan, tetapi penegasan bahwa hukum tak bisa dinegosiasikan,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).
Kapolres Langkat, AKBP David Triyo Prasojo, memberikan apresiasi atas gerak cepat jajarannya. Ia menegaskan bahwa pemerasan adalah kejahatan yang merusak struktur sosial karena memanfaatkan ketakutan sebagai instrumen kontrol.
“Ini bentuk kriminal yang membajak isu publik, memanipulasi narasi, dan menciptakan rasa takut untuk keuntungan pribadi. Polres Langkat tidak akan memberi satu inci ruang bagi praktik seperti ini,” tegas Kapolres.
Menurutnya, respons cepat dalam kasus ini adalah bagian dari strategi presisi Polres Langkat, responsif, tajam dalam analisa, dan tegas dalam tindakan.
“Masyarakat harus melihat bahwa kami hadir, bekerja, dan tidak menunda. Setiap laporan kami tangani serius dan tanpa kompromi. Ini bukan hanya penyelesaian satu kasus, tetapi pernyataan bahwa keamanan publik tidak boleh diperdagangkan,” tambahnya.
Kapolres David juga mengajak masyarakat untuk berani melapor jika menghadapi intimidasi atau ancaman serupa.
“Keamanan adalah kerja kolektif. Sampaikan kepada kami, identitas Anda akan dijaga. Ketika warga dan polisi bersinergi, pelaku kriminal kehilangan ruang bernafas,” tutupnya.
Dengan tertangkapnya dua oknum ini, Polres Langkat kembali menunjukkan taringnya. Ancaman yang dimanipulasi sebagai alat tawar-menawar akhirnya dibungkam, dan publik kembali mendapat kepastian bahwa hukum masih bekerja, tajam, cepat, dan tanpa kompromi.(Misno)
Discussion about this post