INformasinasional.com, Jakarta – Angka korban bencana banjir dan longsor ditiga provinsi Sumatera melonjak drastis. Pembaruan data yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu sore, 3 Desember 2025, menampilkan angka yang mencengangkan dan nyaris tak terbayangkan: 807 orang meninggal dunia.
Data tersebut diakses melalui laman resmi BNPB pukul 15.05 WIB. Selain korban tewas, tercatat 647 orang hilang, diduga terseret arus bah dan tertimbun longsor yang terus bergulir disejumlah titik. Sementara 2.600 warga mengalami luka dan tengah berdesakan difasilitas kesehatan darurat yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Tak kalah mengiris, jumlah pengungsi kini melonjak menjadi 582.500 jiwa, menjadikannya salah satu krisis kemanusiaan terbesar di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Ribuan warga bertahan dalam kepungan lumpur, minim sanitasi, dan logistik yang datang tersendat karena akses jalan terputus.
BNPB juga membeberkan kerusakan infrastruktur yang tersebar ditiga provinsi itu, ibarat tubuh Sumatera yang patah di banyak tulang:
- 299 jembatan putus atau hanyut
- 132 fasilitas peribadatan rusak
- 9 fasilitas kesehatan lumpuh
- 3.600 rumah rusak berat
- 2.100 rumah rusak sedang
- 4.900 rumah rusak ringan
Kerusakan ini menciptakan rantai krisis baru, mulai dari kelangkaan obat, terputusnya akses pangan, hingga beban berat bagi petugas SAR yang terus berjibaku di medan nyaris tak bersahabat.
Prabowo Instruksikan Penanganan Maksimal “Prioritas Nasional!”
Menko PMK Pratikno, dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pengerahan penuh sumber daya negara.
“Bapak Presiden memberi instruksi agar situasi ini diperlakukan sebagai prioritas nasional. Dana dan logistik nasional digelontorkan total, termasuk penggunaan Dana Siap Pakai,” ujar Pratikno.
Instruksi itu, menurut Pratikno, merupakan sinyal bahwa negara turun tangan sepenuhnya, tanpa menunggu birokrasi berbelit. Seluruh kementerian dan lembaga diminta bekerja “di atas normal” untuk menyelamatkan nyawa dan memulihkan layanan vital yang terhenti.
“Penanganan dilakukan sebagai operasi nasional,” kata Pratikno. “BNPB, TNI, Polri, semua digerakkan tanpa jeda.”
Dari balik laporan-laporan lapangan, terlihat pola bencana yang terus berkembang: hujan ekstrem tak kunjung reda, banjir kiriman dari hulu terus menumpuk, dan tanah-tanah jenuh air menjadi jebakan maut bagi warga yang telat dievakuasi.
Dengan angka korban yang terus bertambah dan kerusakan yang meluas, Sumatera kini tengah menghadapi salah satu tragedi ekologis dan kemanusiaan terbesar dalam sejarah kontemporernya. Pemerintah pusat mengklaim telah menyiapkan segala instrumen. Namun pertanyaan besar tetap mengambang: seberapa cepat negara mampu membalikkan situasi ketika waktu adalah musuh terbesar?






Discussion about this post