INformasinasional.com, JAKARTA – Dibalik dinding hangus Gedung Terra Drone di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, polisi mulai menapaki jejak yang berpotensi menyeret banyak pihak. Kebakaran yang menewaskan 22 orang itu kini berubah menjadi sorotan besar, apakah ini murni kecelakaan, atau ada kelalaian yang ditutup-tutupi?
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro mengonfirmasi bahwa proses penyelidikan tak lagi berada dipermukaan. “Semua saksi diperiksa, termasuk pemilik usaha dan pemilik gedung,” ujarnya dilokasi kejadian, yang telah dikepung garis polisi dan bau plastik hangus yang masih menyengat, Selasa (9/12/2025).
Pemanggilan ini bermula dari rangkaian peristiwa tragis pada pukul 12.43 WIB, ketika warga melapor adanya asap pekat dari lantai gedung. Ketika petugas damkar tiba, amukan api sudah merayap cepat diruangan yang menyimpan puluhan baterai drone berkekuatan tinggi.
Ditengah desingan sirine, para pekerja terjebak. Sebagian ditemukan disudut ruang tanpa ventilasi, sebagian didekat tangga darurat yang diduga tak bisa diakses. “Sudah 22 orang meninggal, 15 perempuan dan 7 laki-laki,” kata Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta Bayu Megantara, lirih tapi tegas.
Tragedi ini langsung memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar, mengapa begitu banyak korban dalam gedung yang seharusnya mengikuti standar keselamatan modern?
Penyidik menerima keterangan sementara bahwa api dipicu oleh baterai drone yang tiba-tiba terbakar. Namun sumber api yang terlalu “mudah” ini justru membuat aparat semakin berhati-hati.
“Memang sementara dari baterai drone, tetapi penyebab baterai itu terbakar masih ditelusuri. Tim Labfor sedang bekerja,” kata Susatyo.
Dilaboratorium forensik Mabes Polri, serpihan lithium, sisa charger, kabel yang meleleh, dan material ruang penyimpanan sedang diuji. Seorang penyidik yang enggan disebut namanya menyebut adanya indikasi overheat akibat penumpukan baterai diruangan tertutup tanpa pendingin memadai. Namun hasil resmi belum keluar.
Yang jelas, tumpukan baterai lithium, jika diletakkan tanpa prosedur keselamatan, adalah bom waktu yang hanya menunggu percikan kecil.
Pemanggilan pemilik gedung oleh polisi bukan sekadar formalitas. Ada isu serius yang sedang dibedah:
- Apakah gedung memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang masih aktif?
- Apakah gudang penyimpanan baterai mendapat izin sesuai standar keamanan?
- Mengapa jalur evakuasi diduga terhambat, sehingga banyak korban tak sempat meloloskan diri?
- Dan yang paling mencolok: mengapa alarm kebakaran tidak berbunyi?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pusat penyidikan. Jika ditemukan unsur kelalaian, bukan tidak mungkin pemilik gedung, manajemen perusahaan, hingga penanggung jawab operasional akan menghadapi jerat pidana pasal berlapis.
Sejak tragedi itu, keluarga korban terus berdatangan kerumah sakit dan posko identifikasi. Diantara air mata dan kecemasan, mereka hanya menuntut dua hal, transparansi dan tanggung jawab.
Sementara itu, dibalik pintu kaca kantor polisi, dokumen dan rekaman CCTV sudah dikumpulkan. Penyidik menyisir informasi satu per satu, mencoba merangkai puzzle tragis digedung yang kini hanya menyisakan kerangka besi dan abu.
Penyelidikan masih berlangsung. Benang merahnya makin tegang, dan salah satu ujungnya tampaknya mengarah kepemilik gedung. Polisi bergerak, publik menunggu, dan Jakarta masih berduka.(Misno)
Discussion about this post