INformasinasional.com, ACEH TAMIANG — Banjir bandang yang menggulung Aceh Tamiang sejak 26–30 November 2025 menyisakan tragedi paling kelam dalam satu dekade terakhir. Dari dataran rendah hingga perkampungan dilereng, air bah menyapu habis kehidupan warga. Rumah lenyap, jembatan patah, dan jalan berubah menjadi sungai berlumpur. Aceh Tamiang bukan lagi kabupaten ia telah menjelma menjadi hamparan luka.
Ditengah kekacauan itu, satu per satu warga ditemukan bertahan diatap rumah, pepohonan, hingga diantara puing yang mengambang. Pekan ini, bau lumpur bercampur tragedi masih menyelimuti udara, seolah mengabarkan apa yang terjadi. Aceh Tamiang benar-benar luluh lantak.

BSMI Terobos Daerah Terparah,Pemerintah Pun Jadi Korban
Disaat banyak akses terputus, Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) muncul sebagai salah satu lembaga kemanusiaan pertama yang menembus titik paling terisolasi: Besitang, Kota Kuala Simpang, Seumadam, hingga Karang Baru.
“Kita besok menyalurkan bantuan pangan, terutama beras dan pengobatan. Relawan sudah turun, tapi koordinasi sulit karena sebagian pejabat pun menjadi korban banjir. Logistik sangat sulit masuk. Tapi tetap kita paksakan sampai Rabu mendatang,” ujar dr Ery Wardhana, ditemani Burhanuddin dari BSMI Samarinda dan Balikpapan ketika ditemui di Kuala Simpang, Minggu (7/12/2025)
Dibeberapa titik, tim harus menunggu air surut untuk menembus pemukiman yang sudah berubah menjadi rawa.
Gubernur Mualem: Kampung Tinggal Nama, Banyak Korban
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), tak sanggup menahan kesedihan ketika melihat empat kabupaten paling babak belur diterjang banjir bandang, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, dan sebagian Bireuen.
“Banyak kampung dan kecamatan tinggal nama. Banyak korban. Aceh Tamiang paling terpuruk. Dari atas sampai kelaut, habis semuanya,” ujar Mualem dihadapan wartawan, Sabtu (6/12/2025).
“Weuh hate, sedih sekali. Kita waswas, banyak korban jiwa. Tapi ini bencana alam, apa boleh buat. Ada hikmahnya.”
Dari semua kabar yang muncul, Desa Sekumur menjadi simbol kehancuran paling tragis.
Desa dengan 280 rumah itu kini benar-benar hilang. Yang tersisa hanya sebuah masjid yang berdiri sendirian dikelilingi tumpukan kayu dan puing yang menyerupai hutan patah.
Minggu (7/12/2025), lumpur dan banjir setinggi atap masjid masih merendam kawasan itu. Beberapa warga bertahan diatas tumpukan kayu raksasa, satu-satunya tempat kering didesa yang lenyap.
“Rumah warga hilang semua. Air setinggi 7 sampai 10 meter menghantam dalam beberapa menit. Desa Sekumur lenyap dalam sekejap. Hanya masjid yang masih berdiri,” kata Indra Dewa, warga yang selamat.
Di Karang Baru, seorang warga bernama Edi Kumis menggambarkan malam horor ketika air mendadak naik hingga lima meter.
“Malam itu gelap gulita. Banjir dari semua arah. Saya panjat tiang listrik, berjalan diatas kabel dari satu tiang ketiang lain. Tiga tiang! Itu jalan satu-satunya untuk selamat. Untung listrik padam,” ujarnya, masih tergetar.
Rumahnya kini hanya tersisa reruntuhan yang tak bisa dikenali lagi bentuknya.
Juru Bicara Pemkab Aceh Tamiang, Agusliayana Devita, tak menampik kabar desa hilang tersebut.
“Menurut informasi dari pimpinan, memang seperti itu. Sekumur hilang,” ujarnya singkat.
Hingga kini, baru satu desa dinyatakan lenyap total. Namun laporan tentang rumah hancur, korban hilang, dan desa terputus masih terus bertambah.(Misno)






Discussion about this post