INformasinasional.com, LANGKAT – Malang benar nasib Yuda Alhabibi. Mahasiswa semester akhir, kader terbaik Himpunan Mahasiswa Langkat (Himala), harus meregang nyawa bukan karena penyakit atau kecelakaan lalu lintas, melainkan akibat sebatang kayu mati milik PT Darsum yang dibiarkan bertahun-tahun dipinggir jalan umum. Pohon rambung yang lapuk itu akhirnya tumbang, menimpa Yuda hingga tewas ditempat.
Duka keluarga berubah menjadi bara kemarahan. Sudah berminggu-minggu mereka menanti itikad baik perusahaan. Sekadar ucapan maaf sebagai pengakuan kelalaian pun tak pernah datang. “Yang kami minta bukan harta, bukan ganti rugi materi. Kami hanya ingin PT Darsum mengakui bahwa kelalaian mereka merenggut nyawa anak kami. Sampai sekarang tidak ada,” ujar Irma Lubis, ibu korban, dengan suara bergetar menahan tangis, Minggu (21/9/2025).
Upaya musyawarah yang difasilitasi Camat Padang Tualang dan Lurah Tanjung Selamat pun mentok. Tidak ada titik terang. Jalan hukum kini menjadi pilihan keluarga. “Cukup sudah. Kami akan menempuh jalur hukum,” tegas Irma.
Namun, Camat Padang Tualang, Wanda, justru mengaku belum pernah menerima laporan resmi dari keluarga korban. “Yang saya tahu hanya ada permintaan warga agar ranting pohon PT Darsum dipangkas, itu sudah dilakukan,” ujarnya ringan, seolah tragedi kematian Yuda hanya perkara ranting.
Pernyataan itu memicu gelombang protes dari Himala. Ketua Umum PB Himala, Wahyu Hidayah, geram. Ia menyebut tragedi ini sebagai kelalaian fatal yang tidak bisa ditutup-tutupi. “Ini bukan sekadar musibah. Ini pembiaran! Kami akan tempuh semua jalur hukum. Pasal 359 KUHP jelas mengatur, kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain harus dipertanggungjawabkan,” kata Wahyu di Stabat, Minggu (21/9/2025).
Himala kini bersiap menggandeng sejumlah praktisi hukum. Mereka menuntut restorative justice bagi keluarga korban, sebelum langkah hukum benar-benar ditempuh. “Kami tidak akan berhenti. Keadilan harus berdiri. Korporasi seperti PT Darsum harus belajar: nyawa manusia bukan angka statistik, bukan sekadar ranting pohon yang bisa ditebang setelah jatuh memakan korban,” tegas Wahyu.
Kematian Yuda bukan sekadar duka sebuah keluarga, melainkan peringatan keras bagi seluruh perusahaan pemilik lahan. Kelalaian menjaga aset mereka bukan hanya soal manajemen buruk, tapi bisa berujung pada hilangnya masa depan seseorang. Yuda telah tiada, namun namanya bisa menjadi simbol perlawanan terhadap kesewenang-wenangan korporasi.(M Zaid Lubis)
Discussion about this post