INformasinasional.com, MEDAN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman berat kepada dua terdakwa kasus korupsi alih fungsi kawasan hutan lindung Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut (SMKG LTL) Alexander Halim alias Akuang, pengusaha sawit senior, dan Imran SPdI, mantan Kepala Desa Tapak Kuda, masing-masing dituntut 15 tahun penjara atas perbuatan yang merugikan negara hingga Rp 856,8 miliar.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan Kamis (19/6/2025) itu mengungkap fakta-fakta mencengangkan. Lebih dari 105 hektare hutan lindung disulap secara ilegal menjadi kebun sawit, bahkan 60 bidang tanah telah bersertifikat hak milik (SHM) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten Langkat. Kerusakan ekologis akibat penebangan mangrove ditaksir mencapai Rp 787 miliar. Dan Ironis, pihak BPN Langkat yang telah menerbitkan SHM dikawasan KSDA SMKG LTL itu, untuk terdakwa Akuang, hingga kini tidak terjerat hukum.

“Menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun kepada terdakwa Alexander Halim alias Akuang dan denda Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan,” kata Jaksa Bambang dihadapan majelis hakim. JPU juga menuntut Akuang membayar uang pengganti (UP) senilai Rp856,8 miliar, terdiri dari Rp10,5 miliar kerugian negara langsung, dan Rp69,6 miliar keuntungan pribadi, serta Rp787,1 miliar kerugian ekologis dan ekonomi negara.
[irp posts=”41527″ ]
Jika dalam waktu satu bulan pascaputusan inkrah uang pengganti tidak dibayar, maka seluruh aset Akuang akan disita. Bila aset tak mencukupi, Akuang akan menghadapi pidana tambahan 7,5 tahun penjara.
Tak Ditahan Sejak 2017, Publik Geram
Yang membuat publik geram, kedua terdakwa tidak pernah ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka tahun 2017. Padahal, nilai kerugian negara yang ditimbulkan termasuk terbesar dalam sejarah kasus korupsi kehutanan di Sumatera Utara.
Sementara terdakwa Imran, yang disebut berperan dalam melegitimasi penguasaan lahan oleh Akuang, juga dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Namun ia tidak dikenai tuntutan uang pengganti, karena jaksa menilai ia tidak menikmati hasil korupsi.
“Perbuatan para terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dan merusak ekosistem hutan lindung. Terdakwa Akuang juga tidak menunjukkan itikad baik mengembalikan kerugian negara,” ungkap jaksa.
Persidangan Lanjut 30 Juni, Mata Publik Mengawasi
Menantu Akuang, dr David Luther Lubis, yang turut bersaksi, mengaku tidak tahu bahwa lahan yang dikelola mertuanya merupakan kawasan hutan lindung. Namun fakta di persidangan menunjukkan bahwa penguasaan lahan berlangsung sistematis dan berlangsung lama.
Sidang akan dilanjutkan pada 30 Juni 2025 dengan agenda pembacaan pledoi (pembelaan) dari para terdakwa. Publik menantikan apakah majelis hakim akan menunjukkan ketegasan dalam menindak korupsi lingkungan yang merugikan generasi masa depan.
Kasus ini menjadi sorotan nasional ujian integritas lembaga peradilan dalam menegakkan hukum, dan bukti bahwa perampokan terhadap alam tak boleh lagi dibiarkan tanpa ganjaran setimpal.
Kebun Disita tapi Tetap Dipanen
Meski lahan kebun sawit dihutan KSDA SMKG LTL di kecamatan Tanjung Pura telah disita sejak tahun 2022 lalu, hingga saat ini tandan buah segara (TBS) masih dipanen oleh pihak kedua terdakwa. Dimana, hasil panen yang dikoordinir kepercayaan terdakwa Akuang, TBS kelapa sawitnya ditampung oleh keluarga kandung Kepala Desa Tapak Kuda, yakni Abang dan adik dari Kepala Desa Tapak Kuda.
Untuk melancarkan aksi mulusnya, kebun sawit di hutan KSDA SMKG LTL itu dijaga oknum aparat berpakaian preman, dengan alasan menangkap pencuri sawit, Oknum petugas itu menjadi momok bagi masyarakat sekitar hutan.

“Kalau kami melintas kebun yang disita Kejatisu itu, kami dihalau dan dituduh mau mencuri. Padahal lahan sawit Akuang itu tidak memiliki izin perkebunan dari negara, bahkan lokasinya berada di kawasan hutan lindung dan telah disita. Seharusnya pihak Akuang juga tidak boleh mengelola dan memanennya. Dan biarkan semak menjadi hutan. Tetapi mengapa yang jaga kok oknum aparat keamanan dari salah satu kesatuan batalyon tempur,” ungkap warga disekitar Desa Pantai Cermin dan Desa Tapak Kuda kecamatan Tanjung Pura, Jumat (20/6/2025).(Tim Red)