INformasinasional.com – PEMALANG – Polemik larangan truk melintas di jalur Pantura kembali memanas. Anggota DPR RI dari Dapil Jateng X, Rizal Bawazier, dengan tegas menanggapi pernyataan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) yang dinilai keliru memahami isi Surat Edaran Dirjen Perhubungan Darat Nomor AJ/903/2025.
Dalam video rilis yang disampaikan Rabu (28/5), Rizal Bawazier atau yang akrab disapa Pak RB menjelaskan bahwa tidak semua truk dilarang melintasi ruas jalan nasional yang membentang dari Pemalang, Pekalongan hingga Batang.
“Silakan dibaca ulang surat edarannya. Jangan seolah-olah semua truk dilarang. Banyak yang harus dipahami, bukan sekadar mengeluh rugi,” tegas RB.
[irp posts=”40759″ ]
Lebih jauh, ia menyoroti klaim kerugian miliaran rupiah yang disampaikan APTRINDO sebagai tidak berdasar dan terkesan mengabaikan nilai kemanusiaan.
“Yang kita bicarakan bukan sekadar uang. Nyawa orang sudah melayang di jalan Pantura, dan itu tak bisa dibayar dengan angka. Bukan miliaran, bahkan triliunan pun tak cukup menebus nyawa,” imbuhnya lantang.
Sebagai wakil rakyat, Rizal berharap seluruh pihak, terutama aparat kepolisian serta kepala daerah di wilayah terdampak, bersinergi demi keselamatan warga.
“Kapolres, Kasatlantas, kalian pemimpin di daerah, tolong bantu rakyat. Jangan biarkan jalan Pantura terus jadi ancaman. Pemimpin itu bertanggung jawab atas keselamatan warganya,” tandasnya.
RB juga mengajak Walikota dan para Bupati di Batang, Pekalongan, dan Pemalang mendukung penuh kebijakan pengalihan arus truk sumbu tiga masuk ke jalur tol.
“Kami sudah muak! Tiap hari masyarakat dibayangi bahaya karena truk-truk besar yang lalu-lalang di jalur padat pemukiman,” ujarnya penuh emosi.
Suara Warga: Trauma dan Duka di Balik Roda Truk
Bukan hanya pejabat, suara warga pun menggambarkan penderitaan yang selama ini mereka rasakan. Diyah (30), warga Pemalang, mendukung pembatasan truk besar karena dua saudaranya menjadi korban kecelakaan maut akibat truk di pertigaan lampu merah Petarukan.
“Saya sangat setuju truk besar dibatasi. Keluarga saya jadi korban. Sampai sekarang saya masih trauma,” katanya dengan mata berkaca.
Tarom (40), warga Kota Pekalongan, juga mengeluhkan kondisi lalu lintas yang mencekam akibat truk-truk besar yang melintas di tengah kota.
“Istri saya naik motor, terpepet truk dari dua arah. Saya tidak sanggup membayangkan kalau sesuatu terjadi. Tolong alihkan ke tol, ini soal nyawa!” ungkapnya.
Namun tak semua sopir truk menolak kebijakan ini. Juwari (50), sopir truk asal Bantarbolang yang sudah 20 tahun di jalan, mengaku tidak keberatan jika harus masuk jalan tol, apalagi ada insentif.
“Kalau memang peraturannya seperti itu, saya ikut saja. Apalagi ada diskon 20 persen buat yang lewat exit Tol Gandulan dan Kandeman,” ujarnya santai.
Reporter: Ragil Surono
Editor: Misno