INformasinasional.com, SIBOLGA – Siang itu, Rabu (2/7/2025), udara di Sibolga terasa gerah, bukan hanya karena terik matahari yang menyengat, tetapi juga oleh ketegangan yang membeku di gerbang Terminal BBM Pertamina. Disana, sekelompok wartawan, mahasiswa, dan warga Pasar Belakang berdiri dengan wajah penuh harap. Mereka datang dengan damai, membawa surat permintaan pemindahan terminal yang dianggap “bom waktu” bagi keselamatan pemukiman padat disekitarnya.
Namun, niat baik untuk menyampaikan aspirasi itu berubah menjadi drama menegangkan. Semua mata tertuju pada seorang pria berseragam Pertamina yang dengan langkah cepat menghampiri rombongan. Didadanya, tertera nama “Aleksander Sitepu”, dan dengan nada keras ia melarang para wartawan mengambil gambar.
“Saya dari Mabes TNI! Hati-hati Abang, jangan sampai informasi apalagi foto saya keluar tanpa izin saya!” kata oknum berseragam Pertamina itu.
Kalimat itu bukan sekadar peringatan, tetapi intimidasi yang memekik ditelinga para jurnalis yang tengah mengabadikan momen. Ia bahkan menunjuk wajah seorang jurnalis, mengusir mereka keluar pagar Pertamina.
Video detik-detik itu tersebar cepat di media sosial, memicu gelombang amarah. Dari ruang-ruang redaksi hingga warung kopi, obrolan tentang “oknum mabes” ini mendominasi.
Pers Dibungkam di Objek Vital Nasional?
Bagi Jason Gultom, Ketua PWI Sibolga-Tapanuli Tengah, menilai, insiden itu lebih dari sekadar pelarangan liputan. Itu adalah tamparan keras bagi kemerdekaan pers dan demokrasi.
“Tugas jurnalistik dilindungi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menghalangi bahkan mengusir wartawan adalah tindak pidana. Kami tidak akan tinggal diam,” ujarnya tegas saat konferensi pers pada Jumat (4/7/2025).
PWI kini tengah mengumpulkan bukti dan siap mendampingi para jurnalis untuk melaporkan oknum tersebut ke Polisi Militer. “Jika dia benar dari Mabes TNI, kami berharap pimpinan TNI memberikan sanksi tegas. Jika bukan, Pertamina harus menjelaskan mengapa ada pihak yang mengaku-ngaku aparat diobjek vital nasional,” kata Jason.
Sejumlah jurnalis yang mendapat intimidasi dalam insiden itu antara lain reporter RRI, jurnalis TV One, wartawan JPNN, dan beberapa media lokal. Mereka kini tengah mengkonsolidasikan langkah hukum, dengan dukungan PWI.
PWI juga menyerukan agar semua pihak menghormati kerja jurnalistik. “Jurnalis punya peran strategis menjaga akuntabilitas publik. Tanpa mereka, demokrasi akan lumpuh,” kata Jason lagi.
DPRD Sibolga: Oknum Arogan, Citra TNI Tercoreng
Suara keras juga datang dari Wakil Ketua DPRD Sibolga, Jamil Zeb Tumori. Meski tengah menunaikan ibadah haji di Arab Saudi, ia menyempatkan memberi pernyataan tertulis yang menohok.

“TNI besar karena rakyat. Oknum yang arogansi ini bukan hanya melukai pers, tapi juga merusak kepercayaan rakyat kepada institusi TNI. Mabes TNI harus menariknya dari Pertamina Sibolga!” kata Jamil, Kamis (3/7/2025).
Jamil juga menyoroti peran Pertamina yang dinilai abai. “Humas Pertamina seharusnya hadir menerima aspirasi warga, bukan membiarkan aparat bersikap represif dipintu gerbang,” kritiknya.
Ia bahkan menyarankan agar DPRD segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pertamina dan mengirim surat protes ke Mabes TNI.
“Ini bukan hanya soal lokasi Terminal BBM yang terlalu dekat dengan pemukiman. Ini soal nyawa dan keselamatan rakyat Sibolga,” kata Jamil.
Insiden di Pertamina Sibolga menyisakan banyak tanya. Siapa sebenarnya Aleksander Sitepu? Apakah benar ia utusan Mabes TNI? Jika iya, mengapa ia bertindak layaknya satpam swasta yang kebal hukum? Jika bukan, apakah Pertamina sembarangan melibatkan pihak luar untuk pengamanan objek vital?
Disisi lain, kejadian ini menyingkap persoalan lebih besar, batas tipis antara pengamanan objek vital nasional dengan pelanggaran hak publik atas informasi.
Pengamat militer dari LIPI, dalam wawancara dengan INformasinasional.com, menyebut tindakan arogansi aparat seperti ini berpotensi merusak citra TNI yang selama ini dikenal humanis.
“Objek vital nasional memang harus dijaga, tapi bukan berarti pers dibungkam. Justru keterbukaan akan memperkuat kepercayaan publik,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pertamina Sibolga dan Mabes TNI belum memberikan klarifikasi resmi terkait status Aleksander Sitepu.
Peristiwa di Sibolga adalah alarm bagi semua pihak. Pers yang dibungkam, warga yang diintimidasi, dan perusahaan yang menutup diri adalah kombinasi berbahaya bagi demokrasi. Sebab demokrasi hanya akan hidup bila kebebasan pers dan hak publik atas informasi dijaga, bukan dikebiri oleh arogansi oknum yang merasa kebal hukum.
(Editor: Misno/INformasinasional.com)