INformasinasional.com, Washington DC – Laut Karibia kembali bergolak. Amerika Serikat mengirim kapal induk terbesar didunia, USS Gerald R Ford, lengkap dengan 90 pesawat tempur dan kapal perusak berpeluru kendali. Alasannya, memerangi pengedar narkoba. Tapi di Caracas, Presiden Venezuela Nicolás Maduro menyebut langkah itu sebagai “rekayasa perang abadi” dan tuding Washington sedang menyiapkan babak baru upaya kudeta terhadapnya.
Langkah AS ini menghidupkan kembali bayang-bayang Perang Dingin. Armada raksasa militer dikirim hanya sepelemparan batu dari wilayah udara Venezuela. Dibawah perintah langsung Menteri Pertahanan Pete Hegseth, gugus tempur laut itu meninggalkan Laut Mediterania menuju Karibia, Jumat (24/10).
“Mereka sedang merekayasa perang baru,” ujar Maduro geram ditelevisi nasional. “Mereka berjanji tak akan terlibat perang lagi. Tapi kini mereka menyiapkan perang baru dihalaman belakang kami.”
Washington menyebut pengerahan kapal induk, kapal selam nuklir, dan jet tempur F-35 ini sebagai bagian dari “operasi pemberantasan narkotika.” Tapi para pengamat menilai aroma politik jauh lebih kental ketimbang perang melawan narkoba.
“Ini bukan tentang narkoba,” kata analis Amerika Latin, Dr Sabatini, kepada BBC. “Trump mengadopsi narasi bahwa Venezuela bukan sekadar diktator tapi rezim kriminal. Itu pembenaran klasik sebelum intervensi.”
Data Badan Penegakan Narkoba AS (DEA) justru menyebut 84 persen kokain yang disita di AS berasal dari Kolombia, bukan Venezuela. Jalur utama perdagangan narkoba pun tak melewati Karibia. Tapi justru dilaut Karibia, bukan diperbatasan Meksiko. AS menggelar 10 serangan udara, menewaskan enam orang yang disebut “narko-teroris.”
Citra satelit yang dianalisis BBC Verify menunjukkan setidaknya 10 kapal militer AS kini berada diperairan sekitar Puerto Rico, Trinidad dan Tobago, serta Antilles. Termasuk di antaranya USS Lake Erie, kapal perusak berpeluru kendali, dan MV Ocean Trader, kapal dagang yang dimodifikasi untuk misi pasukan khusus dan operasi rahasia.
Para analis menilai keberadaan Ocean Trader sangat signifikan. Kapal itu mampu menampung drone, helikopter, bahkan kapal kecil, serta berfungsi sebagai pangkalan rahasia terapung—alat sempurna untuk operasi sabotase atau penyusupan intelijen.
Diudara, AS mengerahkan jet siluman F-35B, pesawat pengebom B-52, dan drone MQ-9 Reaper yang biasa digunakan dalam operasi pembunuhan target di Timur Tengah. Beberapa helikopter MH-6M Little Birds dijuluki Telur Pembunuh terpantau beroperasi diepas pantai Trinidad.
Kecurigaan Maduro tak tanpa dasar. Presiden Donald Trump sendiri mengakui bahwa CIA telah diberi kewenangan “melakukan operasi rahasia di Venezuela”. Ketika ditanya apakah operasi itu termasuk penangkapan Maduro, Trump hanya tersenyum: “Konyol kalau saya menjawabnya.”
Menurut mantan pejabat CIA Ned Price, operasi rahasia bisa berarti apa saja: mulai dari perang informasi, sabotase infrastruktur, pendanaan oposisi, hingga pergantian rezim.
Dr Sabatini memperingatkan, “Jika AS ingin agresif, mereka bisa menembakkan rudal ke barak militer atau lapangan udara Venezuela yang diduga digunakan untuk jalur kokain.”
Namun, Venezuela bukan produsen utama narkoba. Tak ada laboratorium kokain besar disana. Yang ada hanyalah jalur lintasan kecil tak sepadan dengan pengerahan kapal induk seharga miliaran dolar.
Langkah Trump ini mengingatkan dunia pada operasi militer AS di Panama tahun 1989, ketika Washington menginvasi untuk “menangkap gembong narkoba” yang tak lain adalah Presiden Manuel Noriega dan berakhir dengan penggulingan pemerintahannya.
Kini, sejarah terasa berulang. Maduro, yang kerap dicap diktator dan sekutu Moskow, menjadi sasaran berikutnya.
“Mereka ingin memecah Venezuela dari dalam,” ujar Maduro. “Mereka gunakan dalih narkoba, tapi tujuannya menggulingkan revolusi Bolivarian.”
Seberapa jauh Trump bersedia melangkah? Apakah ini hanya pamer otot menjelang pemilihan, atau benar-benar langkah awal menuju pergantian rezim?
Yang pasti, Laut Karibia kini jadi panggung baru ketegangan global. Armada raksasa AS berlayar, drone pengintai berputar di udara, dan bayang-bayang CIA kembali menyelimuti Amerika Latin.
Perang narkoba atau perang politik, tampaknya tinggal menunggu aba-aba dari Gedung Putih.*(sumber: BBC/dtc)
Editor: Misno






Discussion about this post