INformasinasional.com, Jakarta — Vietnam tengah kembali menjadi panggung duka. Hujan deras yang tak kunjung henti selama sepekan terakhir menggulung kehidupan diprovinsi-provinsi Hue, Da Nang, Lam Dong, dan Quang Tri. Hingga Selasa (4/11/2025), sedikitnya 40 orang tewas, sementara enam lainnya masih hilang ditelan amukan air yang menjelma bencana.
Jalanan berubah menjadi kanal, rumah-rumah tenggelam hingga atap, dan kawasan wisata bersejarah, kebanggaan negeri itu kini menjadi danau lumpur. Dalam 24 jam terakhir, ketinggian air mencapai 1,7 meter, menjadikan banjir kali ini sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah Vietnam modern.
Namun derita itu belum usai. Langit tampaknya belum puas menumpahkan murkanya. Biro cuaca nasional memperingatkan bahwa Topan Kalmaegi, badai raksasa dari arah timur, akan mendarat pada Jumat dini hari (7/11). Kecepatan anginnya mencapai 166 kilometer per jam, cukup untuk menumbangkan pepohonan, menghancurkan rumah, dan meluluhlantakkan apa yang tersisa.
“Ini bencana berlapis yang belum pernah kami hadapi,” ujar seorang pejabat dari Badan Penanggulangan Bencana Vietnam kepada AFP, suaranya tenggelam oleh gemuruh hujan yang terus mengguyur.
Hingga Selasa malam, 80.000 rumah masih terendam, 10.000 hektare lahan pertanian rusak, dan 68.000 ekor ternak mati meninggalkan jejak kehancuran ekonomi diwilayah yang dikenal sebagai lumbung pangan negara itu.
Setiap tahun, sekitar sepuluh badai tropis menghantam Vietnam. Tapi tahun ini, angka itu melonjak drastis. Topan Kalmaegi menjadi badai ke-13 yang memporakporandakan negeri tersebut. Para ilmuwan menuding perubahan iklim akibat ulah manusia sebagai biang kerok meningkatnya intensitas cuaca ekstrem di Asia Tenggara.
Sebelum menyapu Vietnam, Kalmaegi telah memukul Filipina, menewaskan dua orang dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi. Kini, badai itu bergerak cepat ke barat, membawa ancaman baru bagi rakyat Vietnam yang bahkan belum sempat mengeringkan pakaian terakhir mereka dari banjir sebelumnya.
Bagi Vietnam, November ini bukan sekadar musim hujan, ini adalah ujian ketahanan sebuah bangsa yang terus berhadapan dengan murka alam dan kelalaian global. Saat air terus naik dan langit menghitam, satu pertanyaan menggantung diudara.
Sampai kapan dunia membiarkan bencana menjadi berita rutin? (Misn’t/dtc)






Discussion about this post