INformasinasional.com, MEDAN – Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution kembali menggebrak. Kali ini lewat janji besar didunia pendidikan, mulai tahun ajaran 2026/2027, seluruh siswa SMA, SMK, dan SLB Negeri di Sumut tak lagi dipungut uang sekolah alias gratis. Program itu diberi label manis, Program Unggulan Bersekolah Gratis (PUBG).
Namun, jangan dulu bersorak. Program yang dipuji sebagai terobosan ini ternyata tak langsung berlaku diseluruh Sumut. Bobby memilih Kepulauan Nias sebagai daerah pertama penerapan. Alasannya, angka putus sekolah disana cukup mengkhawatirkan.
“Pak Gubernur menggeratiskan uang SPP mulai tahun ajaran baru 2026/2027 dimulai di Kepulauan Nias,” ujar Faisal, Tim Ahli PUBG dari Dinas Pendidikan Sumut, mewakili Kadis Pendidikan Alexander Sinulingga, dalam temu pers di Kantor Gubernur, Medan, Jumat (19/9/2025).
Angka fantastis pun dipasang. Pemerintah Provinsi Sumut menyiapkan Rp 31 miliar untuk menutupi biaya SPP di 140 satuan pendidikan negeri di Nias. Dana itu diklaim bersumber dari APBD Sumut.
Tapi publik bertanya-tanya, apakah dana Rp 31 miliar benar-benar cukup untuk menopang biaya operasional puluhan ribu siswa diwilayah kepulauan yang akses transportasinya mahal? Apakah ini solusi jangka panjang, atau sekadar proyek politis menjelang tahun-tahun panas kontestasi politik?
Pemilihan Nias sebagai daerah awal penerapan memang masuk akal jika dilihat dari angka putus sekolah. Tapi sejumlah pengamat menyindir, langkah ini sekaligus bisa dibaca sebagai panggung politik Bobby Nasution.
Nias dikenal sebagai daerah strategis dengan basis massa yang solid. Menggratiskan sekolah disana bisa menjadi jurus jitu meraih simpati publik. “Laboratorium pendidikan” sekaligus “eksperimen politik” yang penuh perhitungan.
Program ini digadang-gadang akan diperluas keseluruh Sumut secara bertahap. Namun, persoalannya bukan sekadar niat, melainkan kapasitas anggaran. Saat ini, postur APBD Sumut kerap digerogoti belanja rutin, sementara sektor pendidikan masih bergulat dengan infrastruktur minim, guru honorer tak jelas status, dan kualitas pembelajaran yang timpang antarwilayah.
Jika di Nias saja butuh Rp 31 miliar, berapa puluh kali lipat dana yang dibutuhkan untuk meliputi seluruh Sumut? Mungkinkah APBD sanggup, atau publik kembali disuguhi kebijakan yang berhenti di tengah jalan?
Apa pun jawabannya, langkah Bobby Nasution meluncurkan PUBG tak bisa dilepaskan dari ambisi besar. Ia ingin meninggalkan jejak sebagai gubernur yang menorehkan sejarah, menghapus tembok biaya sekolah di Sumut.
Namun sejarah juga mencatat, banyak program besar dinegeri ini ambruk ditangan birokrasi yang lamban dan keuangan yang seret. Pertanyaannya, apakah program PUBG benar-benar menyelamatkan anak-anak miskin dari ancaman putus sekolah, atau sekadar menjadi simbol politik Bobby menjelang panggung kekuasaan berikutnya? (Misno)
Discussion about this post