INFORMASINASIONAL.COM, LANGKAT – Pangkalan Berandan, kota minyak yang biasanya riuh oleh aktivitas warganya, mendadak berubah jadi panggung kepanikan. Seekor monyet liar jenis kera ekor panjang menyerang seorang bocah yatim piatu hingga berlumuran darah. Insiden ini terjadi pada Kamis sore (25/9/2025) di Jalan Thamrin Gang Amal, Lingkungan II Hasanuddin, Kelurahan Berandan Barat, Kecamatan Babalan.
Korban bernama Muhammad Farel (13). Tanpa tanda-tanda, monyet liar itu melompat kearahnya. Teras rumah tempat Farel menumpang seketika jadi arena teror. Hewan buas itu menggigit bagian tengkuk bocah malang tersebut. Darah mengalir deras, membuat warga sekitar berhamburan panik.
“Kejadian berlangsung sangat cepat. Korban langsung pingsan. Darah keluar banyak sekali dari bagian leher belakang,” kata Restra Yudha SStp, Camat Babalan, dengan nada getir.

Tak menunggu lama, warga yang histeris bergegas membawa Farel ke RS Pertamina Pangkalan Berandan. Kondisinya kritis, tubuhnya lemas tak berdaya. “Korban saat itu sudah tidak sadarkan diri,” kata Restra.
Dirumah sakit, tim medis berjibaku menyelamatkan nyawa Farel. Tiga jam berlalu penuh kecemasan. Tangisan pecah ketika bocah itu akhirnya sadar. Air mata mengalir, bukan hanya dari korban, tapi juga dari warga yang setia menunggu kabar baik di luar ruang perawatan.
Namun, rasa lega itu belum tuntas. Pihak RS Pertamina menyarankan agar Farel dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih lengkap peralatannya. Luka di bagian tengkuk dinilai berisiko dan membutuhkan penanganan lanjutan.
Kabar serangan monyet liar ini menyebar cepat dikampung. Warga dicekam rasa takut. “Kami resah. Kalau hewan itu masih berkeliaran, siapa tahu bisa menyerang lagi. Anak-anak jadi tak berani keluar rumah,” ujar Siti Aminah, seorang ibu rumah tangga yang tinggal tak jauh dari lokasi.
Serangan satwa liar diwilayah pemukiman manusia bukanlah kasus baru. Alih fungsi lahan, pembabatan hutan, hingga limbah yang merusak habitat kerap menjadi pemicu. Monyet yang kehilangan tempat tinggalnya mencari makan, akhirnya masuk ke pemukiman, dan berbalik menjadi ancaman.
Pakar lingkungan dari Universitas Sumatera Utara, Dr Rendra Pratama, menilai peristiwa ini tak bisa dipandang remeh. “Hewan liar menyerang manusia adalah alarm keras. Itu tanda habitat mereka makin tertekan. Pemerintah daerah harus segera bergerak, jangan tunggu jatuh korban jiwa,” katanya ketika dimintai komentar.
Hingga kini, otoritas setempat belum memastikan langkah konkret. Warga mendesak Dinas Kehutanan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) turun tangan. Namun, belum ada tanda-tanda penertiban satwa liar dilakukan.
“Kalau hanya imbauan hati-hati, itu tidak cukup. Harus ada aksi nyata, tangkap monyet liar itu, atau cari penyebab kenapa hewan itu bisa masuk ke lingkungan kami,” tegas Ali Hasan, tokoh masyarakat Babalan.
Serangan monyet liar terhadap Muhammad Farel hanyalah satu peristiwa. Pertanyaannya: berapa lama warga harus hidup dalam ketakutan? Jika habitat satwa terus menyempit, bukan tidak mungkin tragedi serupa akan berulang.
Sementara itu, bocah yatim piatu itu masih berjuang melawan sakit. Luka ditengkuknya menjadi saksi bisu bagaimana benturan manusia dan satwa liar kini semakin nyata dijantung Pangkalan Berandan.
Teror monyet liar telah membuka mata: keselamatan manusia dan kelestarian satwa harus dijaga dengan kebijakan serius, bukan sekadar retorika. Jika tidak, nyawa warga akan selalu jadi taruhan.
Laporan: Suhendra
Discussion about this post