INformasinasional.com, Medan — Akibat bebas menggunakan HP Android bagi kalangan Narapidana, yang mendapat restu dan pembiaran dari petugas penjara. Siapa sangka, 2 orang narapidana narkoba dari balik jeruji besi bisa menipu seorang tokoh publik sekaliber Dr Rahmad Shah, pengusaha ternama sekaligus Konsul Kehormatan Turki di Medan. Dengan kelicikan digital dan tipu muslihat yang lihai, para bandit siber ini mengelabui sang ayah dari artis Raline Shah, merampas uang hingga Rp254 juta.

Drama kriminal ini seolah keluar dari naskah film thriller, bedanya, ini benar-benar terjadi. Dua narapidana di Lapas Kelas I Medan, Muhammad Syarifudin Lubis (25) dan Rizal (34), bersekongkol dengan dua perempuan diluar penjara, Indri Permadani (20) dan Tika Handayani (30). Dari ruang sempit penjara, mereka menjaring korban berkelas, memainkan peran digital dengan ketepatan yang mencengangkan.
“Papa, Tolong Transfer Dulu Ya”

Modusnya sederhana namun jahat. Syarifudin, yang otaknya encer tapi sesat, berpura-pura menjadi Raline Shah. Dengan memanfaatkan foto-foto sang artis dari Instagram, ia membangun komunikasi dengan Rahmad Shah melalui WhatsApp, seolah-olah ia adalah anaknya sendiri.
“Awalnya, pelaku meminta Rp24 juta untuk kebutuhan mendesak. Setelah itu, permintaan uang datang bertubi-tubi: Rp42 juta, Rp88 juta, hingga Rp100 juta,” kata Kombes Pol Doni Satria Sembiring, Direktur Reserse Siber Polda Sumut, dalam konferensi pers di Mapolda Sumut, Rabu (15/10/2025).
Semuanya berjalan mulus. Rahmad Shah, tak curiga, menuruti permintaan yang ia yakini berasal dari sang putri. Ketika sadar telah ditipu, uang Rp254 juta sudah berpindah tangan kejaringan gelap didalam dan luar penjara.
Polisi menelusuri aliran dana dengan teliti. Dari rekening korban, uang mengalir kerekening Rizal, lalu ke Indri Permadani, dan berakhir di Ika Wulandari, yang bertugas “mencuci” uang hasil kejahatan itu.
“Setiap transaksi dilakukan cepat, untuk memutus jejak penelusuran,” ujar Kombes Doni.
Kerja sama lintas lembaga antara Ditres Siber Polda Sumut, OJK Satgas Pasti, dan Lapas Kelas I Medan, akhirnya membongkar jaringan ini. Empat pelaku ditangkap pada 10 September 2025, dua diantaranya masih mengenakan baju tahanan.
Kasus ini menguak ironi besar dibalik sistem pemasyarakatan Indonesia: kejahatan siber yang dikendalikan dari dalam penjara. Dengan hanya bermodalkan ponsel dan akses internet, para napi ini mampu memanipulasi citra publik dan menembus dinding kepercayaan seorang diplomat.
“Ini bukan sekadar penipuan, ini bentuk kejahatan digital yang semakin canggih, dengan eksploitasi identitas publik figur untuk meyakinkan korban,” tegas Kombes Doni.
Para pelaku dijerat Pasal 51 ayat 1 jo Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Kasus ini menjadi alarm keras ditengah euforia digital. Bahkan tokoh publik sekalipun, dengan jejaring luas dan pengalaman panjang, bisa menjadi korban manipulasi siber yang kian halus.
Dari balik jeruji, para penipu itu menertawakan kelengahan sistem, sampai akhirnya pintu sel mereka diketuk oleh tim Siber Polda Sumut.
Kini, para napi yang mengaku “Raline Shah” itu harus menghadapi konsekuensi perbuatan mereka. Sementara publik bertanya-tanya: jika Konjen Turki saja bisa tertipu, siapa lagi yang aman didunia maya hari ini? (Misno)
Discussion about this post