INformasinasional.com, JAKARTA — Jumat siang (5/9/2025) didepan Gedung DPR RI, Jakarta, berubah menjadi ruang ujian terbuka bagi para wakil rakyat. Ribuan mahasiswa berseragam biru dongker berbaris, membawa poster, bendera, dan suara lantang: “Hari ini deadline, jangan coba-coba kabur!”
Massa aksi datang dari arah Semanggi sekitar pukul 13.48 WIB. Derap langkah mereka kompak, seolah menyamakan ritme dengan detik jam yang bergerak menuju tenggat 17+8 tuntutan rakyat.
Poster-poster satir memicu senyum getir siapa pun yang membacanya. Ada yang menulis, “Laprak gue aja kelar sebelum deadline”. Yang lain menyindir, “Bandung Bondowoso bikin 999 candi semalam, DPR bikin 17 PR aja kelamaan.” Paling menohok, poster bertinta hitam tebal “#FreeIndonesia udah trending diluar negeri, masa DPR masih pura-pura tuli.”
Apa Itu 17+8?
Gerakan 17+8 Indonesia Berbenah lahir dari gelombang aspirasi publik yang tumpah dimedia sosial, sebelum akhirnya dikonsolidasikan kedunia nyata. Sejumlah aktivis dan figur publik menyerahkannya langsung ke DPR pada Kamis (4/9/2025) lalu. Abigail Limuria, Andovi dan Jovial da Lopez, Jerome Polin, Afu, hingga Fathia Izzati menjadi wajah-wajah yang mewakili rakyat muda menagih utang politik.
Dokumen itu berisi 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang.
17 Tuntutan Jangka Pendek
Isinya tajam, menyentuh langsung kebutuhan rakyat sehari-hari, yakni,
- Turunkan harga beras dan kebutuhan pokok.
- Hentikan impor pangan yang merugikan petani lokal.
- Batalkan kenaikan biaya kuliah dan biaya sekolah.
- Transparansi subsidi energi agar tak terus membebani rakyat kecil.
- Penghapusan pungutan liar disekolah dan kampus.
- Audit total dana bansos yang sarat manipulasi.
- Kembalikan subsidi pupuk untuk petani.
- Perbaikan sistem BPJS agar tak mempersulit rakyat miskin.
- Cabut pasal bermasalah di RKUHP yang mengancam kebebasan sipil.
- Hentikan kriminalisasi aktivis lingkungan dan buruh.
- Transparansi proyek IKN agar tidak jadi ladang bancakan.
- Evaluasi UU Minerba yang pro-oligarki.
- Buka data kualitas udara kota besar, tindak tegas perusahaan pencemar.
- Reformasi kebijakan ketenagakerjaan pasca-Omnibus Law.
- Hentikan penundaan revisi UU Perampasan Aset koruptor.
- Perkuat perlindungan pekerja migran.
- Buka ruang partisipasi rakyat dalam legislasi, bukan hanya ruang elite.
8 Tuntutan Jangka Panjang
Tak berhenti disitu, rakyat juga menitipkan agenda jangka panjang yang lebih struktural, yakni,
- Reformasi sistem pendidikan agar merata, terjangkau, dan modern.
- Kedaulatan pangan melalui kemandirian petani.
- Perlindungan lingkungan berbasis keadilan generasi.
- Reformasi sistem kesehatan agar universal.
- Penataan ulang relasi pusat-daerah yang timpang.
- Pembatasan masa jabatan elite politik.
- Reformasi sistem pajak agar adil, progresif, dan tak menekan rakyat kecil.
- Pemberantasan korupsi total tanpa pandang bulu.
Ketika dokumen itu diterima oleh Andre Rosiade (Gerindra) dan Rieke Diah Pitaloka (PDIP), publik sempat berharap. Andre bahkan menandatangani surat serah terima seolah memberi jaminan politik. Tetapi mahasiswa tahu, janji politik seringkali hanya tinta diatas kertas.
Karena itu, mereka hadir di depan DPR bukan untuk basa-basi, melainkan untuk menghitung waktu. Hari ini adalah tenggat. Deadline rakyat.
Uniknya, meski ribuan mahasiswa sudah mengepung DPR, arus lalu lintas Gatot Subroto tetap dibuka. Kendaraan masih melaju kearah Slipi. Seakan negara ingin menunjukkan tak ada yang luar biasa. Namun justru digedung parlemen itulah terjadi kemacetan paling kronis, macet janji, macet nurani, macet keberanian politik.
Deadline ini bukan sekadar soal angka 17 atau 8. Ia adalah ujian sejarah. Apakah DPR bisa membuktikan diri sebagai rumah rakyat, atau sekadar kantor politik yang berdiri megah diatas penderitaan rakyat.
Dan didepan pagar itu, mahasiswa berdiri sebagai pengawas ujian. Dengan suara lantang, mereka mengingatkan, waktu DPR sudah habis, rakyat tak sudi lagi ditipu.
(Misno)