INformasinasional.com, JAKARTA — Setelah sempat menghilang cukup lama, Eddy Suranta Gurusinga alias Godol, buronan kasus kepemilikan senjata api ilegal yang juga diduga memiliki kaitan dengan insiden pembacokan terhadap seorang jaksa dan ASN Kejari Deli Serdang, akhirnya berhasil diringkus oleh tim gabungan Kejaksaan Agung.
Penangkapan dilakukan pada Selasa (28/5/2025) oleh Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung bersama aparat gabungan di kawasan Pemandian Alam Kenan, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatra Utara.

“Saat diamankan, terpidana Eddy Suranta Gurusinga alias Godol bersikap tidak kooperatif dan bahkan sempat melakukan perlawanan terhadap petugas,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (29/5/2025).
Eddy ditetapkan sebagai buronan Kejaksaan Negeri (Kejari) Deli Serdang sejak tahun 2024, menyusul vonis Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara pidana kepemilikan senjata api ilegal. Berdasarkan putusan kasasi MA Nomor 342 K/PID/2025 tertanggal 25 September 2024, Eddy dijatuhi pidana penjara selama satu tahun.
Usai penangkapan, Eddy langsung dibawa ke Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan untuk menjalani hukuman sebagaimana amar putusan pengadilan.
“Penangkapan ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan untuk menegakkan hukum secara konsisten dan tidak memberi ruang bagi pelaku kejahatan, apalagi yang melibatkan senjata api ilegal,” kata Harli.
Yang menjadi sorotan publik, Eddy ternyata memiliki keterkaitan dengan insiden penyerangan terhadap Jaksa Jhon Wesli Sinaga dan pegawai ASN Kejari Deli Serdang, Asensio Silvanof Hutabarat. Peristiwa tersebut terjadi pada Maret 2024 dan sempat menghebohkan karena melibatkan penegak hukum sebagai korban.
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa Jaksa Jhon yang menangani perkara Eddy berupaya melakukan pendekatan persuasif dengan mencari informasi melalui APL alias Kepot, seseorang yang dikenal baik oleh Eddy dan juga oleh Jaksa Jhon.
“Bahwa sebenarnya antara pelaku pembacokan ini (APL) dan jaksa saling mengenal. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi keberadaan Eddy yang berstatus DPO,” kata Harl lagi.
Namun, niat baik tersebut justru berujung pada aksi kekerasan. Saat pertemuan berlangsung, APL dan rekannya SD alias Gallo secara tiba-tiba melakukan pembacokan terhadap Jaksa Jhon dan Asensio. Kedua korban mengalami luka serius dan harus menjalani perawatan intensif.
Pelaku menyerang secara tiba-tiba. Ini bukan hanya penganiayaan biasa, tapi sudah menyerang integritas institusi hukum. Ini tidak bisa ditoleransi.
Motif Masih Didalami
Meski APL dan Gallo telah diamankan oleh pihak kepolisian, motif pasti dari pembacokan ini masih terus didalami. Dugaan sementara mengarah pada kemungkinan adanya dendam pribadi atau upaya menghalangi proses hukum terhadap Eddy Gurusinga.
“Kami masih mendalami apakah ada komunikasi atau perintah dari Eddy kepada para pelaku pembacokan, atau apakah ada motif lain yang melatarbelakangi aksi brutal ini,” jelas Harli.
Penyidik saat ini tengah menelusuri rekam jejak komunikasi antara Eddy dan para pelaku pembacokan melalui data telepon dan media sosial, guna memastikan apakah ada keterlibatan langsung atau tidak.
Kejaksaan Agung dan Polda Sumut menyatakan akan terus bersinergi untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya. Penyerangan terhadap aparat penegak hukum dianggap sebagai bentuk ancaman serius terhadap supremasi hukum dan tidak akan dibiarkan begitu saja.
Siapapun yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Ini tidak bisa dianggap sebagai peristiwa kriminal biasa.
Sementara itu, kondisi Jaksa Jhon dan Asensio saat ini sudah berangsur membaik. Keduanya masih menjalani pemulihan dan akan mendapat perlindungan dari negara atas insiden yang mereka alami.
Perang Melawan Intimidasi Hukum
Penangkapan Eddy Gurusinga menjadi langkah penting dalam perang melawan intimidasi terhadap aparat penegak hukum. Kejaksaan dan Kepolisian menegaskan tidak akan ragu mengambil langkah tegas terhadap siapa pun yang mencoba menghalangi jalannya hukum, termasuk dengan cara-cara kekerasan.
“Penegakan hukum tidak bisa dihambat dengan kekerasan atau intimidasi. Negara hadir dan akan melindungi setiap jaksa, hakim, maupun penyidik dari ancaman-ancaman semacam ini,” tutup Harli Siregar.*(Red)