INformasinasional.com, LANGKAT. Proyek Pengadaan Obat dan Barang Medis Pakai Habis (BMPH) Tahun Anggaran 2023 di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Langkat senilai Rp110,53 miliar tengah menjadi sorotan tajam. Dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran ini kini sedang dalam tahap pendalaman oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut, Adre Wanda Ginting SH membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait proyek tersebut. “Benar, ada surat masuk terkait pengadaan obat dan BMPH tahun 2023 di Dinkes Langkat. Saat ini sedang kami lakukan pendalaman untuk mengetahui fakta-faktanya,” katanya saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (8/5/2025).
Sayangnya, Kejati Sumut hingga kini masih enggan membeberkan detail penyelidikan, termasuk siapa saja pihak yang telah dimintai keterangan. Bahkan informasi seputar dugaan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Kesehatan Langkat, dr Juliana, yang dikabarkan sempat terlihat di kantor Kejati Sumut pada 29 April 2023, juga belum mendapat konfirmasi resmi.
Diketahui, dari total anggaran pengadaan barang sebesar Rp110.531.521.465 yang dialokasikan Dinas Kesehatan Langkat, hanya sekitar Rp63,98 miliar atau 57,89% yang terealisasi hingga 30 November 2023. Ironisnya, meski anggaran besar telah digelontorkan, keluhan soal kelangkaan obat di fasilitas kesehatan justru marak terjadi.
Puskesmas dan rumah sakit umum di Kabupaten Langkat seringkali mengalami kekosongan obat-obatan. Hal ini memaksa keluarga pasien harus mencari obat di luar, bahkan dengan biaya sendiri. Kondisi ini sempat menjadi sorotan tajam media dan masyarakat.
[irp posts=”40058″ ]
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) telah melaporkan dugaan korupsi ini ke Kejati Sumut maupun Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut. Namun hingga kini, tidak ada kejelasan penanganan dari dua institusi penegak hukum tersebut. Pelapor bahkan mengaku tak pernah mendapat informasi perkembangan kasus yang mereka adukan.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Langkat, Joni, ketika mau dikinfirmasi dikantornya, Kamis (8/5/2025), yang bersangkutan enggan menemui wartawan. Sementara Kepala Dinas Kesehatan Langkat dr Juliana, juga tidak berada di tempat.
RDP di DPRD Langkat
Permasalahan ini sebelumnya juga mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi B DPRD Langkat pada Selasa, 18 Februari 2025. Dalam forum yang menghadirkan para kepala Puskesmas se-Kabupaten Langkat, DPRD menyoroti buruknya pelayanan kesehatan dan dugaan permainan dalam pengadaan obat-obatan.
Ketua Komisi B DPRD Langkat Sedarita Ginting, secara tegas mempertanyakan bentuk kerja sama Dinkes Langkat dengan dua perusahaan farmasi. Ia bahkan menyinggung soal kemungkinan adanya penerimaan “fee” oleh Kadis Kesehatan dari perusahaan rekanan tersebut.
“Jangan salahkan LSM atau wartawan kalau ada dugaan penerimaan fee. Sampai sekarang pun belum ada penjelasan terkait bentuk kerjasama dengan dua perusahaan farmasi itu. Bahkan, obat yang dikirim ke Puskesmas masa kedaluwarsanya hanya dua tahun, bukan lima tahun seperti biasanya. Nyaris kadaluarsa,” ujar Sedarita dalam RDP.
Sementara itu, anggota DPRD lainnya, Juriah, mengingatkan agar tidak ada praktik perlindungan dari ‘orang dalam’ yang menghambat penegakan hukum. “Buat kami, beking-beking itu tidak laku. Kalau salah, akui saja. Jangan karena merasa punya keluarga yang kuat, jadi seolah tak tersentuh hukum,” tegasnya.
Melihat besarnya dana yang dikelola dan dampak langsung kepada masyarakat, masyarakat menuntut agar Kejati Sumut dan Polda Sumut segera memberikan kejelasan terhadap laporan-laporan yang telah masuk. Transparansi dan akuntabilitas penanganan kasus ini dinilai penting demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.(Misnoadi)