INformasinasional.com, NIAS SELATAN – Upaya mediasi kasus dugaan pengeroyokan terhadap Tahoaro Tafonao (40) oleh dua terlapor, yakni mantan Kepala Desa Harefa Orahua, Faedozatulo Tafonao alias Ama Sopi (48) dan Mazatulo alias Ama Erlan (27), kembali menemui jalan buntu. Mediasi yang difasilitasi Polsek Gomo pada Senin (28/7/2025) berakhir tanpa kesepakatan karena terlapor menolak konsekuensi perdamaian.
Akibatnya, kasus ini dipastikan akan kembali dilanjutkan ke proses hukum.
Hal itu disampaikan Agustinus Zebua dari KOMNAS LP-KPK (Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan) setelah melakukan konfirmasi kepada penyidik Polsek Gomo, Iptu Elohansen Sarlin Marbun, SH.
“Laporan dugaan tindak pidana pengeroyokan ini sesuai Pasal 170 ayat (1) subs Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang terjadi pada Senin 30 Juni 2025 di Dusun III, Desa Umbu Idanotae. Kami sudah melakukan pemeriksaan saksi, memanggil terlapor, bahkan dua kali menggelar mediasi, namun tidak ada titik temu,” ujar Elohansen.
Penyidik Polsek Gomo menjabarkan sejumlah langkah yang telah ditempuh, di antaranya:
- Pemeriksaan terhadap korban Tahoaro Tafonao alias Ama Lince.
- Pemeriksaan saksi-saksi: Sangoyao Tafonao alias Ama Yurima, Fasondata Bawamenewi alias Ama Feli, dan Piusman Tafonao alias Ama Wiman.
- Pemanggilan terlapor Ama Sopi dan Ama Erlan pada 6 Juli 2025, namun keduanya mangkir.
- Undangan mediasi pada 8 Juli 2025 yang juga tidak diindahkan terlapor.
- Pada 23 Juli 2025, penyidik akhirnya berhasil memeriksa kedua terlapor.
- Mediasi kedua pada 28 Juli kembali gagal karena terlapor menolak konsekuensi perdamaian.
Elohansen menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan gelar perkara bersama Satreskrim Polres Nias Selatan untuk menentukan peningkatan status perkara ke tahap penyidikan.
Agustinus Zebua mendesak pihak kepolisian segera menetapkan kedua pelaku sebagai tersangka.
“Kami khawatir para pelaku melarikan diri atau mengulangi perbuatannya. Informasi dari masyarakat menyebut salah satu pelaku, mantan Kades berinisial AS, dikenal arogan dan sering melakukan tindakan kekerasan,” tegas Agustinus.
Ia juga mengingatkan bahwa laporan korban telah masuk sejak 30 Juni lalu dan meminta agar proses hukum tidak berlarut-larut.
“Sprindik sudah kami terima. Kami harap dalam waktu dekat status tersangka segera ditetapkan. Bukti-bukti sudah cukup,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik Nias Selatan, mengingat salah satu pelaku adalah mantan kepala desa yang disebut-sebut kerap bertindak sewenang-wenang terhadap warga.
Reporter: Mareti Tafonao