INformasinasional.com, LANGKAT — Serangan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) terhadap ternak warga kembali terjadi di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Seekor lembu dewasa milik warga Dusun Pancasila, Desa Mekar Makmur, Kecamatan Sei Lepan, ditemukan tewas dengan luka gigitan dan cakaran parah pada Selasa siang (24/6/2025). Ini merupakan insiden keempat dalam dua pekan terakhir, yang mengindikasikan pola pergerakan harimau yang kian mendekati pemukiman penduduk.
Penemuan bangkai lembu tersebut memperkuat kekhawatiran warga akan keselamatan mereka. Lembu malang itu ditemukan sekitar pukul 12.00 WIB oleh warga bersama tim patroli dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara.
“Lembu yang mati ini milik Agus Syahputra. Ditemukan dalam kondisi luka parah, bekas gigitan dan cakaran yang sangat kuat. Diduga kuat ini kembali ulah harimau sumatera yang akhir-akhir ini sering muncul,” kata Ali, seorang warga Dusun Pancasila.
[irp posts=”41737″ ]
Ali juga menyampaikan keresahan yang mulai melanda masyarakat, terutama karena lokasi kejadian sangat dekat dengan area pemukiman. “Jangan-jangan nanti manusia pula yang jadi korban. Kami semakin takut, apalagi ternak saja dimangsa siang bolong,” katanya.
Menanggapi kondisi tersebut, Camat Sei Lepan, Muhammad Iqbal, menyatakan bahwa pihak kecamatan tidak tinggal diam. Langkah cepat akan diambil untuk mengatasi kekhawatiran warga sekaligus menjaga keselamatan manusia dan satwa liar yang dilindungi.
“Kami akan menggelar rapat koordinasi pada Rabu (25/6/2025) bersama pihak BKSDA, perangkat desa, dan tokoh masyarakat. Fokusnya adalah merumuskan langkah konkret, mulai dari patroli hingga penanganan jangka panjang,” kata Iqbal. Ia juga mengimbau warga untuk tetap waspada dan menghindari aktivitas seorang diri di kebun maupun hutan pada jam rawan.
Kepala Bidang BKSDA Wilayah II Stabat, Bobby Napandri, membenarkan bahwa lembu yang tewas merupakan korban keempat dalam rentang waktu dua minggu terakhir.
“Sejak serangan pertama pada Jumat (13/6/2025), kami sudah mengimbau warga agar tidak melepasliarkan ternaknya, terutama di malam hari. Sayangnya, masih banyak yang belum mengandangkan ternaknya,” kata Bobby.
Menurutnya, harimau sumatera yang menyerang kemungkinan adalah individu yang terdorong keluar dari habitatnya akibat konflik ruang dan keterbatasan makanan di dalam hutan. “Harimau bukan binatang pemangsa manusia secara alami. Tapi ketika sumber makanannya menipis atau habitatnya terganggu, mereka mendekati pemukiman dan memangsa ternak,” katanya.
Sebagai langkah darurat, BKSDA telah membekali warga dengan alat pengusir sederhana seperti petasan dan mercon. Alat ini digunakan untuk menakuti harimau jika terlihat mendekat ke lahan perkebunan atau pemukiman.
Pihak berwenang saat ini terus memantau pergerakan satwa dan berkoordinasi dengan pihak desa untuk mengatur pola patroli dan edukasi warga. Selain mitigasi konflik, BKSDA juga menekankan pentingnya tidak melakukan tindakan represif terhadap satwa langka dan dilindungi ini.
“Harimau sumatera adalah satwa yang statusnya sangat terancam punah. Kita tidak ingin ada korban manusia, tapi kita juga harus memastikan harimau ini tidak diburu atau dilukai,” kata Bobby.lagi.
Peristiwa ini kembali menjadi peringatan bahwa konflik antara manusia dan satwa liar di kawasan penyangga hutan masih menjadi persoalan serius. Pemukiman yang semakin mendesak habitat alami serta minimnya kesadaran warga dalam menjaga batas aman interaksi menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pelestarian spesies kunci seperti harimau sumatera.
Harimau sumatera merupakan satu-satunya subspesies harimau yang tersisa di Indonesia dan masuk dalam daftar spesies kritis menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN). Diperkirakan, populasi harimau sumatera di alam liar tidak lebih dari 600 ekor. Oleh karena itu, setiap kasus konflik yang melibatkan spesies ini menjadi perhatian penting dalam upaya konservasi nasional.(MisnoAdi)