INformasinasional.com-JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus untuk menjalankan kebijakan nasional hilirisasi industri kelapa sawit di dalam negeri guna menciptakan dampak positif yang luas bagi perekonomian nasional.
Hilirisasi industri sektor ini dimaknai sebagai upaya strategis meningkatkan nilai tambah komoditaskelapa sawit melalui proses pengolahan agar menjadi produk turunan yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menyampaikan, beberapa keuntungan yang telah didapatkan dari program hilirisasi industri kelapa sawit, antara lain optimalisasi penyerapan hasil produksi petani rakyat (smallholder), penyediaan bahan pangan, nonpangan, dan bahan bakar terbarukan, hingga membangkitkan ekonomi produktif berbasis industri pengolahan.
[irp posts=”10320″ ]
“Selain itu, meningkatkan perolehan devisa negara dari ekspor produk hilir, berkontribusi pada keuangan negara melalui penerimaan pajak dan bukan pajak, serta menyuplai kebutuhan dunia terhadap pangan dan energi (feeding and energizing the world),” ungkapnya di Jakarta, Senin (14/8/2023).
Putu juga menegaskan, Kemenperin menerapkan bauran kebijakan (policy mix) secara konsisten dalam menjalankan program hilirisasi industri kelapa sawit.
Hal ini didasari melalui Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 dan beberapa peraturan tentang Kebijakan Industri Nasional.
[irp posts=”10319″ ]
“Peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 111/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit, yang menjadi prakarsa penentuan prioritas pengembangan industri hilir kelapa sawit,” paparnya.
Putu menerangkan, dalam sejarahnya, hilirisasi industri kelapa sawit konsisten dijalankan sejak tahun 2007. Pada saat itu ekspor minyak sawit mentah atau Crude palm Oil (CPO) sekitar 60% dari total ekspor kelapa sawit nasional.
Padahal, CPO digunakan sebagai bahan baku industri pangan, non pangan dan biofuel di negara tujuan ekspor sehingga nilai tambahnya kurang dinikmati oleh domestik.
Pada tahun 2010, kapasitas pabrik pengolahan CPO (refinery) hanya sekitar 25 juta ton. Namun, melalui kebijakan hilirisasi, kapasitas refinery meningkat 3 kali lipat menjadi 75 juta ton pada tahun 2022.
Menganalisis data Badan Kebijakan Fiskal tahun 2019 dan 2022, Kemenperin mencatat industri kelapa sawit berkontribusi sebesar 3,5 % terhadap PDB nasional.
Hingga saat ini, industri kelapa sawit dari sektor hulu sampai hillir mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 5,2 juta orang dan menghidupi lebih dari 21 juta jiwa.
Dalam aspek kuantitatif, ekspor produk industri kelapa sawit mencapai total volume 282 juta MT dengan total nilai US$176,84 miliar selama periode tahun 2015-2022.
Dari kinerja ekspor tersebut, negara melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menerima pendapatan pungutan ekspor sebesar Rp182 triliun.
Dana tersebut telah digunakan sekitar Rp152 triliun untuk menjaga keberlanjutan kelapa sawit nasional melalui program peremajaan sawit rakyat, peningkatan kualitas SDM, riset dan pengembangan sawit, advokasi dan kampanye positif sawit, serta peningkatan sarana dan prasarana termasuk insentif mandatory biodiesel.*Misn
Editor : Misno