INformasinasional.com-LANGKAT. Diduga ada kedekatan istimewa antara Pemkab Langkat dengan petinggi di Polda Sumatera Utara, mungkin juga ada dugaan kaitannya dengan isu, yang katanya ada mobiler senilai Rp 4 miliar yang disebut-sebut pernah digelontorkan Pemkab Langkat ke institusi penyidik itu, atau juga dugaan elit politik Senayan dengan mantan Plt Bupati Langkat. Sehingga penanganan kasus dugaan kecurangan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru Tahun 2023 belum ada seorangpun ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal, kasus kecurangan rekrutmen PPPK Guru 2023 di Langkat juga sama dengan kasus kecurangan rekrutmen PPPK Guru yang terjadi di Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Mandailing Natal, yang sudah jauh sebelumnya ditetapkan tersangka.
Saat ini, di Kabupaten Langkat sedang ramai diceritakan, bahwa Kadis Pendidikan Langkat Syaiful Abdi hanya meluluskan seratusan lebih peserta seleksi PPPK Guru 2023 sesuai nilai perolehan pasingrate 600, tetapi ketika pengumuman, muncul lebih dari tiga ratusan lebih peserta rekrutmen PPPK Guru yang lulus, bahkan ada honorer di Dinas PUPR yang tiba-tiba lulus di PPPK Guru 2023 itu.

Dalam kasus dugaan kecurangan itu, Penyidik Polda Sumut juga telah meminta keterangan klarifikasi oknum-oknum Guru peserta rekrutmen PPPK dengan meminjam tempat untuk pemeriksaan di Mapolres Langkat. Begitu juga Kadis Pendidikan Langkat Syaiful Abdi, Kepala BKD Langkat Eka Syahputra hingga mantan PLt Bupati Langkat Syah Afandin, telah dimintai keterangan oleh penyidik. Tetapi belum ada satu tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Polda Sumut.
Padahal, pada 16 Febuari 2024 Polda Sumut melalui Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi menyatakan secara tegas, jika laporan para guru honorer Kabupaten Langkat terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat tahun 2023 naik ketingkat Penyidikan.
Polda Sumut mengaku ada mekanisme penyidikan yang harus dilakukan sebelum penetapan tersangka itu.
“Tentu ada mekanisme dan SOP-nya,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, seperti dilansir detikcom Selasa (12/3/2024).

Hadi mengatakan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi atas kasus tersebut. Mantan Kapolres Biak Papua itu mengaku penyidik masih melakukan serangkaian penyidikan untuk mengungkap dugaan kecurangan itu.
“Beberapa saksi sudah dimintai klarifikasi dan keterangan oleh penyidik. Semua masih terus berproses, polisi masih bekerja,” ujarnya.
Terpisah, LBH Medan mengkritik soal lambannya penanganan kasus PPPK Langkat. LBH meminta Polda untuk tidak bermain-main dalam kasus ini.
“LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM serta merupakan penasihat hukum ratusan guru honorer Langkat menilai ada keanehan dalam penyidikan tersebut. Maka dari itu, LBH Medan meminta secara tegas Polda Sumut, khususnya Dirkrimsus jangan bermain-main, apalagi sampai memetieskan,” kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra.
Irvan mengatakan, honorer Langkat yang mengetahui adanya dugaan kecurangan itu telah diperiksa. Selain itu, sejumlah bukti, seperti kuitansi dan rekaman penyerahan uang untuk meloloskan peserta PPPK itu juga telah dipegang penyidik.
“Namun, pasca ditingkatkan ke penyidikan yang lebih kurang satu bulan, hingga sampai saat ini pihak Polda Sumut belum juga menetapkan tersangka dalam tindak pidana tersebut. Hal ini menjadi tanda tanya besar bagi publik khususnya para guru honorer. Mengapa belum juga ditetapkan tersangkanya? padahal sudah puluhan saksi diperiksa, bukti surat dan petunjuk telah diperoleh penyidik,” kata Irvan.
“Dengan ditingkatkannya laporan guru honorer menjadi penyidikan, pihak Polda Sumut telah memeriksa puluhan saksi termasuk para guru yang melaporkan dan telah memperoleh bukti-bukti lainnya baik surat (kwitansi) penyerahan uang maupun petunjuk (rekaman) adanya pemberian uang untuk meluluskan peserta tertentu dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat,” kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra SH MH dalam keterangan tertulisnya, Senin, 11 Maret 2024.
Menurut Irvan, kalangan guru honorer di Langkat dikejutkan adanya pemberitaan salah satu media online, oknum Polda Sumut terkesan menutupi penanganan kasus seleksi PPPK Langkat. LBH Medan menilai oknum tersebut digambarkan tidak serius. Hal tersebut, kata Irvan, menimbulkan kekecewaan yang mendalam dan prespektif negatif dari guru honorer. Semisal ada apa dengan Polda Sumut?
“Atas adanya dugaan ketidaklaziman dalam peyidikan a quo, LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum & HAM serta merupakan penasehat hukum ratusan guru honorer Kabupaten Langkat menilai ada keanehan dalam penyidikan tersebut,” katanya.
Menurut LBH Medan, kata Irvan, sudah seharusnya penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Sumut menetapkan tersangka dalam kasus ini.
“Karena penyidik sudah mempunyai bukti-bukti yang cukup sebagaimana amanat KUHAP Pasal 1 Angka 14 yaitu tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana,” jelas Irvan.
Jika dilihat dari kasus PPPK Madina dan Batu Bara, sambungnya, Polda Sumut telah menetapkan 6 tersangka dalam kasus Madina yaitu Kepala Dinas Pendidikan berinisial DHS, Kepala BKD AHN, Kepala Seksi Dikdas HS, Bendahara Disdik SD, Kasubbag Umum ISB dan Kasi Dik Paud DM.
Selain itu, kasus seleksi PPPK Batu Bara Polda Sumut telah menetapkan 3 tersangka diantaranya Kepala Dinas berinisial AH, Sekretariat Disdik DT dan seorang Kabid Disdik Batu Bara.
Oleh karena itu, menurut LBH Medan, Polda Sumut tidak sulit untuk menetapkan tersangka dalam dalam kasus PPPK Kabupaten Langkat.
LBH Medan pun, bebernya, mencium adanya ‘aroma yang tidak sedap’ dalam penegakan hukum kasus PPPK Langkat.
“Maka dari itu LBH Medan meminta secara tegas Polda Sumut, khususnya Dirkrimsus jangan ‘bermain-main’ dalam kasus a quo. Apalagi sampai ‘mempetieskan,” kata Irvan.
Jika hal tersebut dilakukan, tegasnya, dikhawatirkan, akan mecoreng dan menimbulkan distrust (ketidakpercayaan) publik khusus guru honorer Langkat terhadap institusi Polri.
Oleh sebab itu, kata Irvan, LBH Medan juga mendesak Pj Bupati Langkat, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia serta Panselnas PPPK (BKN) untuk membatalkan hasil seleksi akhir PPPK Kabupaten Langkat, Madina dan Batubara karena dinilai penuh dengan kecurangan dan tindak pidana korupsi.
“Kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 telah melanggar Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002. PemenpanRB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652,” katanya.(red) ***
(sumber: detikcom)