INformasinasional.com, MEDAN — Di Rutan Tanjung Gusta Kelas I A Medan, Selasa 9 Desember 2025, penyidik Kejaksaan tampak bergerak dengan ritme yang tidak biasa. Mereka datang bukan sekadar untuk memeriksa, tetapi menetapkan tersangka baru dalam kasus pengadaan Smartboard Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat tahun anggaran 2024. Nama yang diumumkan: BP, Direktur Utama PT Bismacindo Perkasa.
Penetapan itu bukan hanya formalitas hukum. Ia seperti babak baru yang membuka peta persoalan yang jauh lebih pelik, permainan harga, persengkongkolan vendor, dan manipulasi spesifikasi yang diduga menyebabkan negara kehilangan lebih dari Rp20 miliar.Meski telah tersangka, BP tidak ditahan, karena memang sudah duluan dikerangkeng akibat terlibat kasus lain.
INformasinasional.com, menemukan, dari keterangan penyidik dan dokumen internal, bahwa permainan dimulai dari sebuah titik krusial, penentuan harga Smartboard.
Prinsipal ViewSonic Indonesia telah menetapkan harga resmi untuk perangkat itu. Namun, ditangan PT Bismacindo Perkasa, perusahaan yang menjadi rekanan pengadaan, harga tersebut berubah rupa. Di e-katalog, harga memanjat drastis, seolah tak lagi tunduk pada patokan prinsipal.
Seorang penyidik yang enggan disebut namanya menyebut, “Harga seolah melayang sendiri. Tidak ada alasan rasional kenaikan sebesar itu jika tidak ada rekayasa.”
Dugaan itu mengarah pada satu istilah yang membuat kening aparat antikorupsi mengerut: mark up sistematis
Selain soal harga, penyidik juga menelusuri perubahan misterius pada item barang. Dalam paket pengadaan awal, tercantum serangkaian komponen tertentu. Namun, dalam proses pemesanan, beberapa item berubah, bukan karena kebutuhan teknis, tetapi diduga karena memperbesar ruang “main”.
“Item diubah, digeser, diganti. Diatas kertas seolah sah, tapi implikasinya besar. Spesifikasi jadi tak sesuai kontrak,” ujar seorang auditor independen yang memeriksa proyek tersebut.
Audit itu kemudian menjadi salah satu bukti kunci yang menjerat BP, pengadaan tidak hanya mahal, tetapi juga tidak sesuai spesifikasi.
Dari dokumen yang diperoleh penyidik, kerugian negara diperkirakan melampaui Rp20.000.000.000.
Angka itu muncul dari selisih harga resmi dengan harga yang tercantum di e-katalog, ditambah nilai item pengganti yang kualitasnya tidak sebanding.
Kerugian itu juga diperkuat hasil pemeriksaan fisik Smartboard dilapangan. Beberapa perangkat disebut tidak memenuhi kualitas standar, ada yang spesifikasinya dibawah kontrak, dan ada pula yang tidak sesuai tipe yang dipesan.
“Ini bukan sekadar pemborosan. Ini kejahatan anggaran yang terstruktur.” kata seorang sumber kejaksaan.
Meski BP telah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik memutuskan tidak melakukan penahanan baru. Alasannya jelas, BP sudah mendekam di Rutan Tanjung Gusta untuk perkara lain.
Namun, penetapan tersangka ini bukan akhir. Justru sebaliknya, ini hanya pintu kedua yang dibuka. Seorang penyidik memastikan bahwa kasus ini memiliki “rantai aktor”, dan sebagian dari mereka sedang diamati, setelah sebelumnya mantan Kadisdik Langkat Syaiful Abdi dan Supriadi, seorang bawahannya duluan ditetapkan tersangka dan telah ditahan.
“Perubahan harga sebesar itu tidak mungkin dilakukan satu orang. Kami sedang menelusuri siapa yang mendapat manfaat,” ungkapnya.
Sumber internal di Dinas Pendidikan Langkat menyebut, pengadaan Smartboard 2024 adalah proyek bernilai besar, yang sejak awal disebut-sebut “terlalu mulus”. Tak ada proses kompetitif yang berarti, vendor terkesan tunggal, dan negosiasi harga praktis tidak terjadi.
Sejumlah pejabat yang ikut menandatangani proses pengadaan disebut sudah dipanggil, dan tidak menutup kemungkinan tersangka baru akan bermunculan.
Audit internal Pemkab Langkat dan mantan PJ Bupati Langkat disebut ikut ‘gelisah’. Ada kekhawatiran bahwa dokumen perencanaan yang selama ini dianggap rapi justru akan menjerat para pejabatnya sendiri.
Penetapan BP dan dua ASN di Disdik Langkat sebagai tersangka hanyalah satu potongan dari mozaik besar dugaan korupsi pengadaan Smartboard Langkat.
Penyidik meyakini kerugian negara tidak terjadi secara spontan, tetapi melalui serangkaian operasi yang tertata, mulai dari rekayasa harga, manipulasi item, hingga penyamaran proses pengadaan.
Jika benar ada “tangan lain” yang bermain, babak lanjutan investigasi ini dapat berubah menjadi salah satu kasus korupsi pendidikan terbesar di Sumatera Utara tahun ini.(Misno)
Discussion about this post