INformasinasional.com, Langkat – Sejarah kembali ditulis di bumi Langkat. Setelah terlelap selama hampir delapan dekade, tatanan adat Kejuruan Bahorok kini bangkit dari masa silam. Pada Minggu 22 Juni 2024, di kawasan wisata Bukit Lawang, tepatnya di Hotel Rindu Alam, masyarakat menyaksikan langsung penobatan Yang Mulia Tengku Ali Hanafiah Bin Tengku Dachrul Bin Tengku Bahagi sebagai Kejuruan Bahorok yang sah, suatu gelar adat agung yang mengakar kuat dalam struktur Kesultanan Langkat.
[irp posts=”41641″ ]
Penobatan ini bukan sekadar seremoni adat. Ia merupakan momen monumental yang menghidupkan kembali denyut budaya Melayu di Langkat. Setelah terakhir kali penobatan dilakukan sebelum Indonesia merdeka, kini peristiwa sakral ini hadir sebagai penanda kebangkitan nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini sempat tergerus zaman.
Prosesi digelar dengan khidmat dan penuh penghormatan, dihadiri oleh tokoh-tokoh besar dari berbagai penjuru Sumatera Utara, seperti Sultan Asahan, Sultan Serdang, Ketua Gerbang Malay, Dewan Syarikat Melayu Langkat, hingga tokoh masyarakat Karo dan para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Langkat.
[irp posts=”41563″ ]
Bupati Langkat H Syah Afandin SH mengatakan, bahwa penobatan Kejuruan Bahorok adalah bukti nyata bahwa adat-istiadat bukan barang kuno, melainkan identitas dan kekuatan budaya yang harus terus hidup di tengah arus globalisasi.
[irp posts=”41633″ ]
“Kita menjadi saksi hidup atas tegaknya kembali tatanan adat dan kearifan lokal yang menjadi jati diri masyarakat Langkat,” kata Bupati Langkat Syah Afandin dengan suara lantang.
Tak hanya hadir sebagai pemimpin pemerintahan, Afandin juga menunjukkan komitmen serius dalam pelestarian budaya Melayu. Ia menyebut bahwa disahkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang Kebudayaan Melayu merupakan langkah konkret Pemerintah Kabupaten Langkat untuk menjaga, menguatkan, dan memajukan warisan budaya leluhur.
“Disahkannya Perda ini adalah bentuk penghargaan nyata terhadap budaya Melayu sebagai identitas masyarakat Langkat,” katanya.
Lebih jauh, Bupati menyerukan agar momentum penobatan Kejuruan Bahorok ini tidak hanya dimaknai secara seremonial, melainkan dijadikan titik tolak untuk membangkitkan peran aktif masyarakat Melayu dalam pembangunan daerah.
“Sudah saatnya masyarakat Melayu menunjukkan kontribusinya, bukan hanya menjaga warisan budaya, tapi juga mendorong kemajuan Langkat di segala bidang,” katanya lagi.
Adat sebagai Pilar Peradaban
[irp posts=”41641″ ]
Penobatan ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan, terutama tokoh-tokoh Melayu. Salah satunya adalah Datuk Sri Prof Dr Ir H Djohar Arifin Husein PhD, tokoh intelektual yang juga merupakan anak jati Langkat. Dalam orasinya, ia menekankan bahwa jabatan Kejuruan bukanlah gelar kosong, melainkan sebuah amanah besar yang harus dijalankan dengan ketulusan, integritas, dan tanggung jawab sosial.
“Kejuruan bukan sekadar status adat. Ia adalah panggilan untuk melindungi, membina, dan mempersatukan masyarakat. Ia adalah tanggung jawab sejarah dan masa depan,” katanya penuh makna.
Menurut Djohar, pelestarian adat tidak berarti mundur dari kemajuan, melainkan menjadikan nilai-nilai lokal sebagai fondasi pembangunan yang lebih beradab dan berkarakter.
Bukit Lawang yang dikenal sebagai destinasi ekowisata dunia, hari itu berubah menjadi pusat spiritual dan budaya Melayu. Ribuan mata menyaksikan langsung prosesi adat yang sarat makna. Tangisan haru, senyum kebanggaan, dan tepuk tangan semangat menjadi saksi bagaimana adat Melayu masih tertanam kuat didada masyarakat Langkat.
Lebih dari sekadar seremoni, penobatan Kejuruan Bahorok menjadi simbol kebangkitan, sebuah gerakan budaya yang tidak hanya melestarikan masa lalu, tetapi juga menegaskan identitas dan arah masa depan. Sebab, dalam adat yang dijunjung, terdapat nilai-nilai yang menyatukan: persaudaraan, kepemimpinan yang bijak, dan semangat gotong royong.
Di tengah era digital dan modernisasi, Langkat memilih jalannya sendiri: maju dengan berpijak pada akar budaya. Penobatan Kejuruan Bahorok ini menjadi bukti bahwa pembangunan daerah tidak harus meninggalkan identitas. Justru, dengan adat sebagai pondasi, Langkat bisa membangun karakter masyarakat yang kuat, berintegritas, dan memiliki kebanggaan akan jati dirinya.
Penobatan ini bukan akhir dari sebuah upacara. Ini adalah awal dari perjalanan baru, di mana adat dan pembangunan berjalan beriringan. Di mana pemimpin adat, pemerintah, dan rakyat saling menguatkan demi masa depan Langkat yang berdaulat dalam budaya, dan bermartabat dalam pembangunan.
(Penulis: Pemimpin Redaksi INformasinasional.com / misno)